Memang sudah seharusnya kebijakan pemerintah berpihak kepada masyarakat. Itulah yang terjadi setelah pemerintah menegaskan larangan bagi kapal-kapal asing memasuki wilayah Indonesia. Larangan itu disertai dengan enenggelaman kapal asing yang nekat mencuri ikan di Indonesia.
Larangan itu menguntungkan dua sentra pembuatan kapal rakyat di Indramayu yaitu Karang Song dan Pabean Udik. Kedua produsen itu mendapat banyak pesanan dari pengusaha lokal maupun di luar Indramayu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Rata-rata, kapal yang dibuat berukuran di atas 30 gross ton. Pembuatan satu kapal memerlukan biaya hingga Rp5 miliar. Proses pembuatannya memakan waktu kurang lebih empat bulan.
Daya jangkau melautnya mencapai wilayah perbatasan. Misalnya perairan Natuna (Kepulauan Riau) yang berbatasan dengan Laut China Selatan dan wilayah perairan Sulawesi-Filipina.
Maman, sang pengusaha kapal, berharap geliat industri itu dibarengi dengan kemudahan pembuatan izin melaut dan penggunaan bahan bakar bersubsidi untuk nelayan kapal berbobot di atas 30 gross ton. Sebab aturan pemerintah hanya mengizinkan bahan bakar bersubsidi untuk nelayan kapal berbobot di bawah 30 gross ton.
"Seharusnya geliat kapal itu didukung dengan mudahnya pembuatan perizinan dari pemerintah dan penghapusan bahan bakar minyak nonsubsidi bagi nelayan dengan kapal berbobot di atas 30 grosston," pinta Maman.
Maman mengakui industri kapal di Indramayu sempat redup beberapa waktu lalu. Pengusaha pembuatan kapal biasanya hanya mendapat satu atau dua pesanan dalam sebulan.
Tapi saat ini, sejak pemerintah melarang kapal asing masuk ke wilayah Indonesia, pengusaha mendapat pesanan rata-rata tujuh kapal dalam sebulan. Harga jual kapal mencapai kisaran Rp5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)