NEWSTICKER
    Ilustrasi pelabuhan -- FOTO: ANTARA/JOKO
    Ilustrasi pelabuhan -- FOTO: ANTARA/JOKO (Ade Hapsari Lestarini)

    Sudah Borong Tanah, Cilamaya Malah Gagal Dibangun

    pelabuhan cilamaya
    Ade Hapsari Lestarini • 21 Mei 2015 18:42
    medcom.id, Karawang: Ketua Kelompok Tani Desa Pasirjaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat mengatakan banyak pengusaha yang merugi akibat sudah memborong tanah di dekat lokasi pembangunan Pelabuhan Cilamaya.
     
    Akibat kerugian ini, batalnya pembangunan megaproyek Pelabuhan Cilamaya di Cilamaya tersebut menimbulkan penolakan. Menurut dia, penolakan tak hanya dari pejabat daerah dan pengusaha di wilayah Cilamaya, melainkan banyak juga yang dari luar Cilamaya.
     
    "Mereka berasal dari luar Cilamaya dan Karawang. Ada yang dari Bandung, Bogor, atau Jakarta," ungkap Ahmad Atoilah dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (21/5/2015).

    Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


    Menurut Ahmad, penolakan yang dilakukan hingga sekarang itu, sangat beralasan. Sebab, ketika membeli tanah di sekitar Cilamaya, mereka berharap bisa menanamkan investasi yang menguntungkan, sebagai imbas adanya pelabuhan berskala internasional.
     
    Pasalnya, di atas tanah tersebut ada yang direncakanan dibangun gudang, mal, restoran, dan bahkan hotel. Namun nyatanya, ketika JK memutuskan penghentian rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya, maka harga tanah langsung anjlok.
     
    "Sekarang tanah di sini menjadi tidak ada harganya dan tidak ada yang menawar," sambungnya.
     
    Tanah-tanah yang banyak dibeli spekulan dari luar daerah tersebut kebanyakan berlokasi di daerah dekat calon pelabuhan atau daerah-daerah yang direncanakan menjadi akses utama ke Pantai Cilamaya.
     
    Misalnya, Dusun Kalen Kalong Desa Cikuntul, Desa Sumberjaya, Desa Ciparagejaya Kecamatan Tempuran, sampai Desa Pasir Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Menurut Ahmad, di daerah tersebut sekitar 500-700 hektare tanah sudah dikuasai pihak luar.
     
    Ahmad menambahkan, pada 2010 harga tanah di lokasi tersebut masih sekitar Rp50 juta per hektare atau Rp5.000 per meter persegi. Namun seiring rencana pembangunan pelabuhan, harga terus meningkat tajam, bahkan hingga Rp700 juta-Rp800 juta per hektare.
     
    Mengenai jenis tanah yang diburu, bukan hanya tanah tambak namun juga tanah pertanian yang produktif. Tentu saja hal ini sangat ironis, karena padi area dekat pantai dikenal memiliki kualitas tinggi. "Patok-patok merah itu tanda bahwa tanah tersebut sudah dijual," katanya.
     

    (AHL)
    FOLLOW US

    Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

    Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

    unblock notif