Betapa tidak, para sopir mengaku pendapatan mereka anlok sejak taksi online beroperasi di Cirebon. Penumpang lebih memilih taksi online ketimbang taksi biasa. Alasannya, tarif lebih murah.
“Karena lebih murah, masyarakat jadi memilih taksi online,” kata Ferri Lesmana, sopir taksi Bhinneka, Rabu, 23 Agustus 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ferri menyebut PM 26/2017 merupakan salah satu solusi atas maraknya perang tarif. Sebab, Permen itu mengatur tarif batas atas dan bawah taksi.
Dalam Permen, tarif batas bawah Rp3.500 dan atas Rp6.000 di wilayah I (Sumatera, Jawa dan Bali). Sedangkan di wilayah II (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua)tarif batas bawah Rp3.700 dan atas Rp6.500. Namun, pasal ini menjadi salah satu yang direkomendasikan untuk dicabut oleh MA.
Keputusan pembatalan 14 pasal PM 26/2017 termaktub dalam putusan bernomor 37/P/HUM/2017. Perkara diputuskan pada 20 Juni 2017 dan diumumkan pada 10 Agustus 2017 di situs resmi MA. (Baca: Putusan MA Bikin Biaya Taksi Online Kembali Murah)
Saat ini, kata Ferri, Bhinneka menerapkan tarif setiap km-nya sekitar Rp.4000. “Taksi online sekitar Rp2.500. Sangat jauh. Sehingga kita kalah,” kata Ferri.
Hal Serupa disampaikan Hadi Suwarno. Sopir taksi ini menilai keputusan MA akan membuat transportasi umum tanpa izin lebih banyak muncul. Ia meminta, MA kembali mencabut keputusannya tersebut.
“Sekarang yang aturannya masih belum jelas saja, kita sudah kalah. Apalagi jika aturan itu dicabut,” kata Hadi.
Para sopir taksi mengaku masih belum memikirkan langkah apa yang akan dilakukan. Namun informasi yang didapatkan Metrotvnews.com, akan ada pertemuan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, terkait dengan pembatalan Permen tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)