"Jangan hanya meminta penambahan jumlah lapas atau rutan. Kemenkum HAM harus merekonstruksi kembali sistem penegakan hukum di kepolisian dan kejaksaan," kata Syafii di Gedung Aula Kemenkumham Jawa Barat, Jalan Terusan Jakarta Kota, Bandung, Kamis, 14 Desember 2017.
Politikus Partai Gerindra ini mengkritisi banyaknya jumlah bandar yang menghuni lapas dan rutan. Jumlahnya berbanding terbalik dengan pengguna narkoba.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Jumlah bandar lebih dari 5.000 orang. Sedangkan jumlah pengguna 2.000 orang. Mereka semua ada di dalam satu tahanan. Pertanyaannya, kenapa jumlah pengedar begitu besar dan penggunanya lebih kecil? Ini mereka mengedarkannya bagaimana?" tanya Syafii.
Menurut Syafii, perlu ada terobosan agar tidak menambah jumlah penghuni lapas. Ia menyarankan mengurangi jumlah tahanan untuk kasus-kasus kecil.
"Kalau orang baru pertama kali menggunakan (narkoba), sebaiknya ditangkap lalu suruh bayar bayar denda dan dikembalikan kepada keluarganya untuk diawasi. Ini pasti lebih murah. Ada pemasukan negara dan pengawasan keluarga lebih efektif. Seperti juga orang korupsi cuma Rp10 juta atau Rp50 juta, suruh kembalikan saja lalu kasih denda. Daripada sekarang, baru sekali ngesot masuk tahanan lima tahun. Ini jadi beban semua," jelasnya.
Syafii menjelaskan konsep yang diusulkannya akan dimasukkan dalam usulan revisi UU Hukum Acara Pidana.
Menanggapi usulan itu, Kepala Kemenkumham Jabar Indro Purwoko mengakui jika lapas dan rutan di wilayahnya sudah melebihi kapasitas. "Distribusi tahanan memang belum merata, namun masih dalam tahap toleransi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(NIN)