Ma’ruf mengatakan, Hari Santri merupakan salah satu bentuk pengakuan yang sangat berharga dari pemerintah, terhadap peran yang dilakukan oleh para santri dan kiai, dalam mengawal kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Ma’ruf, selama 70 tahun peran santri dalam hal tersebut seperti terabaikan. Namun kemudian Presiden Jokowi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN).
Ma’ruf mengisahkan, di saat tentara sekutu hendak kembali merampas kemerdekaan yang sudah diraih oleh Bangsa Indonesia, para santri dan kiai tidak tinggal diam. Bahkan, para kiai akhirnya mengeluarkan resolusi jihad, yang menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Dalam resolusi jihad, melawan penjajah hukumnya adalah fardlu ain (wajib),” kata Ma’ruf.
Ma’ruf juga mengungkapkan, peran santri dan kiai dalam perang 10 November sangatlah besar. Sebagian orang berpendapat semangat arek-arek Suroboyo itu karena teriakan Bung Tomo dari radio. Namun, menurut Ma’ruf, resolusi jihad yang paling menggemakan gelora para santri dan warga Surabaya saat itu.
“Karena saat itu, fatwa resolusi jihad disebarkan ke seluruh cabang dan ranting NU di seluruh pelosok nusantara,” kata Ma’ruf.
Ma’ruf jga berharap, santri masih terus berjuang dan mengawal Indonesia. Namun, pengawalan yang dilakukan saat ini, bukan untuk berperang melawan penjajah, melainkan mengawal dari kelompok-kelompok yang mau menghancurkan NKRI.
“Santri harus bisa menjaga NKRI dari kelompok-kelompok yang akan mencederai negara ini,” kata Ma’ruf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)