Djuwita Jati Kusuma Putri, Girang Pangaping (pendamping wilayah) Akur Sunda Wiwitan Cigugur berharap, kebijakan ini menghilangkan diskriminasi yang sering dialami oleh penghayat. Cukup banyak diskriminasi yang dialami oleh penganut kepercayaan, terutama dalam hal administrasi.
"Kami kesulitan membuat akta kelahiran dan juga akta nikah," ujar Djuwita kepada medcom.id, Selasa 14 November 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Kesulitan untuk mendapatkan legalitas tersebut, lebih karena kepercayaan Sunda Wiwitan tidak diakui oleh negara. Kondisi tersebut, membuat banyak warga adat Sunda Wiwitan yang tidak memiliki akta lahir dan akta nikah. Padahal, pernikahan yang dilakukan oleh warga adat secara sah sesuai adat yang berlaku.
"Tapi tetap saja tidak diakui," kata Djuwita.
(Baca: Penghayat Kepercayaan Alami Diskriminasi Administrasi)
Menurut Djuwita, ada beberapa anak yang mendapatkan surat keterangan akta lahir, namun bentuknya berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari redaksional surat keterangan untuk para warga adat Sunda Wiwitan.
Hal serupa juga dibenarkan oleh Ira Indrawardana, Dosen sekaligus warga adat Sunda Wiwitan mengatakan. Kebijakan pencantuman penghayat kepercayaan di KTP sudah diharapkan sejak Indonesia merdeka. Namun, pemerintah belum juga merealisasikan hal tersebut.
Tidak diakuinya Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan, membuat catatan sipil menganggap pernikahan tersebut tidak sah. hal itu juga yang nantinya berimbas pada sulitnya membuat akta kelahiran anak.
"Karena pernikahannya tidak dianggap sah, maka akta kelahirannya pun susah untuk didapatkan. kalaupun bisa, itu bukan akta, melainkan hanya surat keterangan saja,” kata Ira.
Adanya kebijakan pemerintah ini, diharapkan warga adat Sunda Wiwitan tidak lagi dipersulit dalam membuat Akta Nikah, Akta kelahiran ataupun pencatatan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)