Hal itu disampaikan Kepala Lapas Sukamiskin Bandung Tejo Herwanto baru-baru ini di Bandung. Melalui GPS, ujar Tejo, keberadaan narapidana dan petugas yang mengawal dapat terpantau.
"Petugas yang mengawal, harus share location via GPS dari ponselnya. Ambil foto di sekelilingnya. Itu wajib," ujar Tejo.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut Tejo, sistem pantauan itu dilakukan sejak dirinya menjabat sebagai Kalapas Sukamiskin pada 13 Maret 2018 lalu. Namun ia mengaku tak tahu apakah pemimpin sebelumnya sudah menjalankan sistem itu atau tidak.
Sebenarnya, ujar Tejo, narapidana bisa keluar dari lapas dengan alasan yang kuat. Misalnya berobat ke rumah sakit. Namun, itupun harus dikawal petugas.
Minimal, lanjut Tejo, petugas yang mengawal sebanyak dua orang. Polisi juga terlibat dalam pengawalan.
Setiap pengawalan dibekali dengan satu ponsel operasional. Melalui ponsel itulah, petugas menginformasikan keberadaannya.
"Jadi tak ada perlakuan istimewa pada narapidana yang keluar dari sel. Semua sama," tegas Tejo.
Pernyataan Tejo itu menjawab fakta yang diungkapkan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Kota Bandung dengan terdakwa Wahid Husein. Wahid merupakan mantan Kalapas Sukamiskin.
Semasa menjabat sebagai Kalapas, ujar jaksa, Wahid menerima suap untuk menyalahgunakan kekuasaannya. Tujuannya memberikan izin keluar pada terpidana kasus korupsi TB Chaeri Wardana, Fahmi Darmawansyah, dan Fuad Amin.
Jaksa juga menyebut Wahid memberikan izin pada Fahmi untuk membuat ruangan khusus. Bilik asmara itu dilengkapi kasur agar narapidana dapat berhubungan intim dengan istri.
"Jadi, tidak ada kamar itu. Semua fasilitas peruntukannya sesuai yang seharusnya. Saya kontrol terus," tegas Tejo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)