Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Komisariat Pasar Kramat, Tuti Rahayu, mengaku sangat dirugikan karena OPM di depan pasar tradisional.
"Kasihan, pada sepi pembeli. Karena harganya jauh dari harga yang dijual di pasar,” ujar Tuti, Kamis, 26 Juli 2018.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ia mengungkap, penyelenggara OPM pun tidak berkoordinasi dengan pedagang pasar. Akibatnya, banyak anggotanya yang kesulitan menjual barang dagangannya.
"Harusnya carikan solusinya, bukan membuat OPM di depan pasar,” tegasnya.
Tuti menuturkan, tingginya harga jual di pasar lantaran harga beli oleh pedagang pasar juga tinggi. Dia mengatakan, bila pemerintah mau menurunkan harga pasar maka harus memberikan jalan keluar untuk bisa mendapatkan distributor dengan harga murah.
Seorang penjual daging ayam di Pasar Kramat, Deli, mengaku stok daging ayam miliknya masih menumpuk. Menurutnya, pembeli memilih menghabiskan uangnya di OPM ketimbang membeli daganganya.
"Saya jual Rp40 ribu per kilogram, sedangkan di pasar murah hanya Rp36 ribu per kilogra. Kalau dilaksanakan lagi, kita bakal kembali sulit menjual ayam,” ujar Deli.
Senada, pedagang telur ayam di Pasar Kramat, Eliyah, terdampak adanya OPM. Dagangannya kini belum juga habis, lantaran pembeli memilih OPM yang menjual telur Rp22. 500 per kilogram. Sedangkan dirinya menjual telur ayam Rp24 ribu per kilogram.
"Kalau yang datangnya subuh, masih ada yang beli. Tapi kalau yang datangnya agak siangan, mereka lebih memilih beli di OPM. Karena harganya lebih murah disana,” kata Eliyah.
Deputi Kepala Bank Indonesia Cirebon, Rawindra mengatakan, harga jual yang ditetapkan dalam OPM sudah berdasarkan pertimbangan dan analisis. Sehingga seharusnya tidak merugikan pedagang.
"Sebenarnya pedagang pasar juga bisa menjual dengan harga yang sama di OPM. Sebelum menentukan harga, kita cek dulu harga pasar dan distributor. Harga yang kita tetapkan, sebenarnya normal saja,” ujar Rawindra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(LDS)