Padahal, dua hari sebelumnya, 27 Februari, mereka mendengar jelas ledakan bom yang dibawa Yayat Cahdiyat. Bom panci yang dibawa pelaku meledak di Lapangan Pandawa yang berlokasi persis di depan SDN Kresna.
Yayat yang merupakan residivis tindak kriminal yang berhubungan dengan terorisme akhirnya meregang nyawa di tangan aparat kepolisian, hari itu juga.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Kenes Nazila, siswi kelas III, menyatakan sempat terkejut ketika mendengar ledakan bom. Meski begitu, kini ia merasa biasa saja.
"Enggak, enggak takut. Cuma kaget saja. Habis itu biasa lagi," kata Kenes saat membentuk lingkaran bersama teman-temannya dalam program trauma healing yang dilakukan Dinas Sosial Kota Bandung.
Menurut Kenes, tak perlu ada yang ditakuti karena kepolisian bergerak cepat terhadap siapa pun pelaku kejahatan, termasuk teroris.
Hal yang sama pun dirasakan Lilis Sumartini, salah satu orangtua siswa yang tengah mengantar anaknya bersekolah. Ia sempat merasakan takut dan waswas.
Terlebih, dirinya tengah menunggu di sekolah saat bom meledak. Namun, kini dia merasa jauh lebih baik tanpa rasa khawatir sedikit pun.
Enggak, enggak takut. Cuma kaget saja. Habis itu biasa lagi
- Kenes
Selain karena petugas kepolisian yang terus berjaga, ia mengaku tidak takut lagi karena dirinya tidak merasa sendiri.
"Ya, biasa lagi saja, antar-jemput biasanya. Apalagi di sini banyakan," ujar Lilis.
Kepala SDN Kresna, Waluyawati, meyakini tidak ada satu pun siswa didiknya yang mengalami trauma akibat kejadian itu. Seluruh siswa menjalani aktivitas biasa tanpa memerlukan perlakuan khusus.
Adanya trauma healing hanya bagian dari antisipasi untuk menghindari hal-hal negatif terhadap siswanya.
"Anak-anak sebenarnya baik-baik saja. Ini upaya antisipasi saja," ujarnya.
Program itu juga menekankan kepada siswa agar tetap waspada sekaligus terus menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk ikut menjaga dan melindungi yang lebih muda. (Bayu Anggoro)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)