Pada 2004, Ismail dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Penghormatan lain yaitu menjadikan namanya menjadi nama sebuah taman dan pusat kebudayaan di Salemba, Jakarta Pusat.
Namun, Rachmi Aziyah tak merasakan kebesaran nama Sang Bapak. Di sebuah rumah kontrakan di Kecamatan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Rachmi hidup mengontrak.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Setiap hari, Rachmi berjualan es dan minuman dingin di depan rumah. Hasil berjualan digunakan untuk membayar kontrakan dan makan bersama empat anaknya.
"Kadang dapat tambahan dari royalti beberapa lagu Bapak yang diaransemen ulang," kata Rachmi dalam malam penerahan Apresiasi Spirit Budaya di Taman Maya Datar Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Senin (15/8/2016) malam.
Selepas Ismail Marzuki meninggal pada 1958, Rachmi mengatakan tinggal bersama ibunya, Euis Zuraedah. Mereka terpaksa menjual barang-barang peninggalan ayahnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi memprihatinkan itu mendapat sorotan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Setelah mendatangi kediaman Rachmi di Depok, Dedi lalu mengundang perempuan berusia 66 tahun itu ke Purwakarta.
Dalam acara itu, Dedi menyerahkan bantuan uang sebesar Rp50 juta kepada Rachmi. Perempuan berkacamata yang mengenakan busana serba merah itu pun terharu.
"Terima kasih Pak Bupati. Terima kasih perhatiannya," ucap Rahmi sambil menyalami Bupati Dedi.
Indonesia, kata Bupati, mengenal Ismail Marzuki dari karya lagunya. Sebut saja Rayuan Pulau Kelapa. Lagu yang menceritakan soal keindahan alam dan bangsa yang besar nan kuat.
Melalui lagu, lanjut Bupati, Ismail Marzuki menanamkan semangat nasionalisme. Sudah seharusnya, bangsa yang besar mengapresiasi karya-karya tersebut. Termasuk, memperhatikan keluarga Pahlawan Nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)