“Memang pada tahun 2004, masyarakat tidak diperbolehkan untuk melakukan pengarapan lahan di wilayah konservasi di sekitar TNGC,” kata Mufrizal, saat dihubungi Metrotvnews.com, Kamis (26/05/2016).
Rizal menyebutkan, saat diberlakukannya aturan tersebut, tidak ada perlawanan atau penolakan dari masyarakat. Bahkan sejumlah warga Desa Bantar Agung dengan sukarela menebang sendiri pohon kopi yang yang sebelumnya ditanam warga.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Kami memiliki hubungan baik dengan Desa Bantar Agung, karena kita juga sering kesana. Kalau masalah keinginan warga untuk kembali menanam, itu sih wajar saja. Tapi kami tidak bisa mengizinkan karena ada aturan yang melarangnya,” kata Rizal.
Mufrizal mengatakan, meski dilarang pihaknya tetap memberikan solusi bagi masyarakat. Sesuai dengan aturan, wilayah konservasi hanya boleh digunakan untuk wisata alam atau pemanfaatan sumber daya air. TNGC pun mengajak masyarakat ikut berkontribusi di dalamnya.
“Begitu juga di Bantar Agung, kita sedang mengembangkan empat tempat wisata. Salah satunya adalah Curug Cipeuteuy. Kami juga mengiginkan masyarkat berdaulat dan bisa merasakan manfaat adanya TNGC,” kata Rizal.
Dari wisata alam ini, masyarakat bisa menghidupkan kembali mata pencaharian dan pemasukan. Rizal menyebut, untuk biaya masuk tempat wisata, pengunjung akan dibebani dua tiket masuk, yang nantinya akan masuk ke kas pemerintah dan pengelola di desa.
“Untuk saat ini, tiket masuknya sekitar Rp10ribu. Jumlah tersebut nantinya dibagi dua, masuk ke kas pemerintah dan pengelola tempat wisata di desa,” kata Rizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(MEL)