Hal itu terungkap dalam konferensi pers bertajuk "Pelurusan Sejarah K.H. R. Abdullah bin Nuh terkait Hizbut Tahrir" di Pondok Pesantren Al Ghazaly, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu, 24 Mei 2017.
Putra ke-11 Abdullah bin Nuh, Mustofa bin Abdullah bin Nuh, menjadi narasumber dalam konferensi pers tersebut. "Kalau Mamak (sapaan keluarga pada Abdullah bin Nuh) disebut pendiri HTI, itu jauh panggang dari api," ujar Mustofa.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Mustofa meminta, HTI tidak berlebihan dalam mengaitkan Abdullah bin Nuh dengan sejarah perkembangan organisasi mereka. Abdullah bin Nuh merupakan ulama Ahlussunnah Wal Jamaah, tidak menyebarkan paham Hizbut Tahrir.
Mustofa berpendapat, Abdullah bin Nuh tidak sepemahaman dengan konsep khilafah yang digembar-gemborkan HTI. Ayahnya itu ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, memberitakan kemerdekaan Indonesia ke ranah internasional dengan bahasa Arab saat bertugas di Radio Republik Indonesia (RRI).
"Oleh karenanya, itulah titik di mana Mamak diusulkan sebagai pahlawan nasional. Karena Mesir mengakui kedaulatan Indonesia, setelah mendengar berita Mamak," tutur Mustofa.
Abdullah bin Nuh merupakan ulama kharismatik yang berwawasan terbuka. Ia tak canggung mempelajari aliran-aliran dalam Islam baik Sunni, Syiah, ataupun aliran lainnya termasuk paham Hizbut Tahrir.
Mustofa menjelaskan, Abdullah bin Nuh memiliki hubungan dekat dengan tokoh pembawa paham Hizbut Tahrir ke Indonesia, yakni Abdurrahman Al Baghdadi. Keduanya bertemu di Sydney, Australia sekitar 1980.
Pertemuan keduanya terjadi ketika Abdullah menyempatkan diri bertemu dengan komunitas Muslim di Australia. Salah satunya merupakan kelompok imigran asal Lebanon, termasuk Abdurrahman Al Baghdadi.
Pertemuan itu dilakukan di sela tujuan inti kunjungan Abdullah ke negeri Kangguru, untuk bertemu anaknya bernama Hamid.
"Kemudian, Abdurrahman Al Baghdadi ikut bersama Mamak ke Indonesia dan tinggal beberapa tahun di pondok pesantren ini," kata Mustofa.
Tak sekadar tinggal sebagai santri, Abdullah mengangkat Abdurrahman Al Baghdadi sebagai anak. Ia hidup di Pondok Pesantren Al Ghazaly hingga menikah, antara 1984-1985.
"Sampai sekarang, hubungan baik (dengan Abdurrahman Al Baghdadi) masih saya jaga," tutur Mustofa.
Menurut Mustofa, Abdullah mengenal Hizbut Tahrir yang dibawa Aburrahman Al Baghdadi ke Indonesia sebagai khazanah pemikiran Islam saja. Bukan sebagai pergerakan yang mendorong penegakan khilafah di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)