Penundaan eksekusi mati ini mendapat sambutan positif dari anggota keluarga. Kejaksaan Agung dinilai keliru jika masih memaksakan eksekusi mati.
Mad Arif, 56, kakak ipar Zulfiqar, menilai penundaan eksekusi sebaiknya dilanjutkan dengan keputusan pasti, yakni pembatalan. Keluarga tidak percaya Zulfiqar terlibat penyelundupan narkoba.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Mudah-mudahan enggak jadi (eksekusi mati). Pas disergap polisi juga tak ada barang bukti," kata Arif, ditemui di rumahnya di Kampung Cikalancing, RT 1/6, Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/7/2016).
Mad Arif menuturkan, Zulfiqar ditangkap di kontrakannya di Kampung Cikalancing pada 2004. Polisi menggeledah rumah kontrakan dan mertua Zulfiqar untuk mencari barang bukti narkoba dan tidak menemukannya.
Kejanggalan juga dirasakan keluarga saat perkara Zulfiqar masuk ke tahap persidangan. Ia tidak didampingi penerjemah yang bisa menerjemahkan ungkapannya secara jelas. "Dia kan tak bisa bahasa Indonesia. Belakangan baru ada kuasa hukum," kata dia.
Zulfiqar tinggal di Bogor sejak tahun 2000 dan dikenal sebagai importir pakaian. Ia memiliki tiga anak buah pernikahannya dengan adik Mad Arif, Siti Rohani. "Istrinya punya toko baju. Sekarang mereka nengok ke Cilacap," kata dia.
Sementara itu, sambutan positif terhadap Zulfiqar juga ditunjukkan warga sekitar. Sebelum informasi penundaan eksekusi diinformasikan, warga mengizinkan jenazah Zulfiqar dimakamkan di kampungnya.
"Tadinya warga di sini sudah siap untuk bergotong royong memakamkannya. Tapi, informasi terakhir dibatalkan, kami hanya bersyukur saja," kata Kasma, 57, ketua RT setempat.
Zulfiqar Ali divonis mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang atas kepemilikan 300 gram heroin pada 2005. Keputusan itu kemudian ditetapkan Mahkamah Agung pada 2006.
Eksekusi mati tahap III dilaksanakan Jumat dini hari, 29 Juli 2016. Empat dari 14 terpidana mati sudah meregang nyawa. Mereka adalah Humprey Eijke, Freddy Budiman, Michael Titus Igweh, dan Seck Osmane.
"Kenapa empat, kami sudah melakukan kajian yang mendalam," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Noor Rachmad.
Dia menyebut, keempatnya merupakan pemasok narkoba yang telah meminta PK hingga dua kali. Freddy Budiman, kata Noor, merupakan bandar dan Humprey beserta dua lainnya adalah pemasok.
"Tahap (eksekusi mati) berikutnya menunggu jadwal lebih lanjut," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)