Pakar Geografi Kebencanaan UGM Yogyakarta, Aris Marfai, mengungkapkan daerah pemukiman korban banjir bandang itu sebenarnya masih merupakan bagian dari tubuh sungai.
"Lokasi bencana banjir bandang jelas merupakan daerah aliran sungai (DAS)," kata Aris dalam paparan para tim ahli dan pakar bencana hidrologi di UGM, Senin (26/9/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Hal itu masih diperparah dengan begitu banyaknya alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian dengan pola penggarapan yang semakin melancarkan turunnya air dari hulu.
"Sehingga banjir bandang dari arah hulu begitu cepat mencapai hilir dan sama sekali tanpa penahan," ujarnya.

Para pakar hidrologi dan kebencanan di UGM. Foto: UGM
Ia menambahkan, banjir bandang Garut tidak bisa dilepaskan dari aspek penataan daerah resapan air di wilayah Garut dan DAS di kawasan Sungai Cimanuk. Sebab, DAS di bagian hulu di Garut dikelilingi tujuh gunung api yang aktif maupun tidak aktif. Kandungan material yang berlainan juga menjadi pemicu longsor dan banjir bandang.
"Garut bagaikan sebuah mangkok yang menjadi titik berkumpulnya air saat terjadi luapan," kata dia.
Apalagi, lanjutnya, hujan ekstrem yang menyebabkan banjir bandang di Garut tercatat sangat tinggi, mencapai 255 milimeter yang terjadi selama tiga jam.
Sementara itu, hujan yang turun sebelumnya telah membuat tanah menjadi jenuh. Saat terjadi curah hujan tinggi, luapan air melimpah dan menyebabkan banjir bandang.
Rektor UGM Dwikorita Karnawati mengatakan hasil kajian para ahli diharapkan menjadi dasar bagi masyarakat Indonesia bersiaga dan bersiap mengantisipasi menghadapi bencana hidrologi seperti banjir bandang dan tanah longsor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)