Kemarin, tokoh masyarakat Desa Kedungwungu, Krangkeng, Indramayu Nasrullah bilang kalau Muhazan sudah lama tidak tinggal di Indramayu, melainkan di Jakarta bersama isterinya. Di kampungnya, Muhazan dipanggil Azan.
“Tinggal di Indramayu hanya sampai Madrasah Tsanawiyah (MTs/Setingkat SMP). Setelah itu dia mesantren (menjadi santri pondok pesantren, red) di Subang,” ujar Nasrullah, Senin (18/1/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Nasrullah juga menuturkan, setelah mesantren di Subang, sikap Azan sangat berubah. Baik itu dari penampilan maupun sikapnya. Bahkan, orangtuanya pun pernah mengeluh langsung kepada Nasrullah.
Menurut Nasrullah, saat itu Azan melarang orangtuanya untuk melaksanakan tahlil, ziarah kubur dan meminta membakar seluruh kitab-kitab yang biasanya digunakan untuk mengaji.
“Orangtuanya sampai mengeluh ke saya, namun saya juga tidak bisa komunikasi dengan dia. Soalnya, Azan tidak mau berinterkasi dengan orang lain. Karena orang lain dianggapnya sesat,” kata Nasrullah.
Ditetapkannya Azan sebagai terduga pelaku membuat warga bereaksi. Mereka menolak jenazah Azan. Bahkan, kemarin, warga memasang spanduk penolakan di pintu masuk kampung.
“Saat ini kami hanya berkoordinasi dengan Babinsa dan Bhabinkamtibmas saja, tidak ada pengamanan tambahan. Hanya saja masih ramai terkait penolakan jenazah Azan,” ujar Ahmad Fuadi Kepala Desa Kedungwungu.
Azan lahir di Indramayu, 5 Juli 1990. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes M Iqbal menyatakan Azan merupakan pelaku bom bunuh diri di dalam gerai Starbucks, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis 14 Januari lalu. Di tubuh Azan ada luka khas di bagian perut hingga dada akibat ledakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)