Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, menjelaskan 72 persen responden menolak tindakan radikal. Data didapat dari jawaban-jawaban responden terkait tindakan atau pemikiran yang mengarah ke radikalisme.
"Sebagian besar menolak tindakan radikal. Namun, kabar buruknya juga ada, yakni terkait adanya potensi yang mengarah ke tindakan radikal," kata Yenny Wahid dalam konferensi pers di Hotel Rancamaya, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/8/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Berdasarkan hasil survei, terdapat 7,7 persen responden yang bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan. Kemudian, 0,4 persen pernah bertindak radikal yang mengatasnamakan agama, misalnya sweeping, penyerangan rumah ibadah agama lain, dan menyumbang materi untuk kegiatan radikal. Sisanya 19,9 persen tidak punya sikap.
Dalam survei ini, Wahid Foundation juga menemukan keterkaitan sikap intoleransi dan radikal dengan dukungan sistem pemerintahan serta konstitusi. Tingginya persentase penolakan terhadap tindakan radikal berbanding lurus dengan dukungan responden terhadap sistem demokrasi, Pancasila, dan UUD 1945.
"Sebanyak 74,5 persen responden menganggap demokrasi sebagai bentuk pemerintahan paling baik untuk Indonesia. Dan lebih baik lagi, angka persentasi responden yang menilai Pancasila dan UUD adalah terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yakni 82,3 responden," kata Yenny.
Berdasarkan hasil survei tersebut, Wahid Foundation mengajukan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah. Beberapa di antaranya yakni penegakan hukum dan keadilan serta memastikan adanya kebijakan yang melindungi hak-hak warga negara tanpa memandang suku, ras, agama, dan keyakinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)