"Benda pusaka harus dilestarikan karena itu mencerminkan identitas diri dan kebanggaan kita sebagai bangsa," kata Ketua Dewan Pembina BPPI Hashim Djojohadikusumo dalam pidato kunci pada Temu Pusaka 2015 di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (10/10/2015).
Menurutnya, melestarikan pusaka Indonesia, bukan soal mengenang masa lalu, namun bisa menjadi cerminan masa kini dan masa datang. "Bicara tentang Pusaka Indonesia, kita tidak bicara mengenai milik siapa dan siapa yang paling berhak ataupun siapa yang harus diuntungkan, karena kita akan melihatnya sebagai sebuah kepentingan bersama sebagai bangsa Indonesia,” kata dia.
Gerakan masyarakat mengawal kelestarian pusaka Indonesia dimulai sejak tahun 90-an. Ditandai dengan berdirinya beragam organisasi masyarakat, paguyuban dan kelompok komunitas peduli pelestarian pusaka. Hubungan yang kuat dibangun melalui Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia (JPPI) pada 2000 di Bali yang akhirnya mendorong diformalkannya perkumpulan yang diberi BPPI atau Indonesian Heritage Trust pada 2004.
"Pemerintah seharusnya lebih terlibat dengan menumbuhkan sense of urgency dalam melindungi pusaka Indonesia. Karena ini menyangkut jati diri, identitas diri dan kebanggaan bangsa,” ujar Hashim.
Kebijakan pelestarian dan insentif untuk pelestari serta pengurangan pajak bumi dan bangunan bersejarah, menurutnya, merupakan contoh peran aktif pemerintah melindungi pusaka Indonesia. "Sekali hilang atau rusak, pusaka tidak bisa dikembalikan seperti layaknya. Peran pemerintah harus lebih besar dalam menyelamatkan pusaka kita,” kata dia.
Temu Pusaka Indonesia 2015 diikuti semua mitra pelestari dari seluruh Indonesia. Pertemuan kali ini bertema Kekayaan Pusaka Alam, Budaya dan Saujana untuk Kesejahteraan Rakyat.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)