Menurut pria yang akrab disapa Emil ini, warga yang memasukan anaknya ke sekolah bertaraf internasional itu secara umum tidak mengetahui detail terkait kepemilikan sekolah tersebut. Terlebih sekolah tersebut berada di Indonesia dan menggunakan konteks belajar ala Indonesia.
"Ya kan sekolah ini ikuti kebijakan pemerintah pusat dan saya juga warga itu tidak tahu punya siapa, filosofi apa dan sebagainya. Anak-anak Indonesia dididik untuk konteks Indonesia," ujar Emil di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum, Senin (1/8/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ia menegaskan, terkait dengan pendidikan sangat tak lazik dicampur oleh pemerintah asing termasuk Turki. Terlebih sekolah-sekolah yang dianggap menerapkan paham radikal, menggunakan kurikulum nasional dan mengikuti Ujian Nasional (UN).
"Jadi saya ikut masukan dari pemeritah pusat, bahwa kalau tidak ada hal hal yg sifatnya urgent ya saya juga tidak akan melakukan hal apa pun. Intinya, saya ikut arahan presiden bahwa urusan pendidikan jangan dicampur oleh pemerintah asing," tuturnya.
Emil pun mengaku tidak khawatir dengan keberlangsungan sekolah-sekolah tersebut setelah mendapatkan kepastian dari pemerintah pusat. Terlebih sebagai kepala daerah, Emil siap mempertahankan keberadaan sekolah tersebut di Kota Bandung.
"Enggak khawatir. Kan bisa dilihat kurikulumnya seperti apa," tutupnya.
Sebelumnya, Pemerintah Turki merilis 9 sekolah di Indonesia untuk ditutup, termasuk di Bandung karena menduga adanya keterkaitan ajaran Fethullah Gulen, yakni Pribadi Bilingual Boarding School, Depok, Pribadi Bilingual Boarding School, Bandung, Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School, Tangerang Selatan, Semesta Bilingual Boarding School, Semarang, Kesatuan Bangsa Bilingual Boarding School, Jogjakarta, Sragen Bilingual Boarding School, Sragen, Fatih Boy's School, Aceh Fatih Girl's School, Aceh, dan Banua Bilingual Boarding School, Kalimantan Selatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)