Emil mengatakan beragam hiasan memeriahkan sepanjang Jalan Asia Afrika menuju Jalan Banceuy. Nantinya, Presiden Joko Widodo dan rombongan melakukan napak tilas di jalur itu.
"Besok pagi, acara pawai digelar dalam peringatan itu. Info hingga siang ini, Presiden dan pejabat tinggi akan hadir," kata Emil di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Selasa (31/5/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sebelum napak tilas, Presiden Jokowi akan membacakan pidato Sukarno atau Bung Karno di Gedung Merdeka. Bung Karno menulis pidato itu saat menjalani masa pembuangan selama empat tahun di Ende, Nusa Tenggara Timur, sejak 1934. Sementara Emil kebagian peran membacakan Pancasila.

(Wali Kota Bandung dan keluarga Sukarno berfoto bersama meresmikan bekas Penjara Banceuy yang menjadi monumen Sukarno di Bandung, November 2015, Ant - Agus Bebeng)
Pemkot Bandung menyemarakkan peringatan tersebut dengan menggelar berbagi acara. Misalnya lomba sketsa Bung Karno, lomba baca puisi Pancasila, serta lomba mengenakan peci a la Bung Karno.
"Bulan Juni identik dengan Bulan Bung Karno. Jadi perlombaannya selama bulan Juni ini," terang Emil.
Sukarno meninggalkan jejak sejarahnya di Kota Bandung. Bung Karno merupakan alumnus Technische Hoogeschool te Bandoeng atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada 1926.
Saat di Bandung, Sukarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Ia berteman dengan sejumlah tokoh perjuangan misalnya Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker.
Seorang perempuan Bandung pun menjadi istrinya, yaitu Inggit Garnasih. Keduanya menikah pada 1923. Sukarno sangat menghormati Inggit. Sebab, Inggit yang menghantar perjuangan Sukarno menuju kemerdekaan RI.
Salah satu yang menjadi saksi bisu perjuangan Sukarno yaitu Penjara Banceuy. Pada 1929, Sukarno ditangkap Belanda dan dijebloskan ke Penjara Banceuy di Jalan Banceuy Bandung selama kurang lebih 8 bulan. Di penjara itu, Sukarno menyusun pledoi atau nota pembelaan yang dibacakan di sidang. Pidato itu pun dikenal dengan judul Indonesia Menggugat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)