Salah satu akun Facebook mengatasnamakan Andi Majdi, misalnya. Dia mengeluhkan kecilnya gaji yang diterima oleh para guru honorer di madrasah.
“Banyak guru yang non-PNS pemasukan kecil, tapi pengeluaran besar,” tulis Andi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Hal yang senada juga disampaikan akun atas nama Uswatun Hasanah. Perempuan yang diketahui sebagai salah satu pengajar di madrasah sanawiyah di Cirebon ini menegaskan guru adalah buruh intelektual yang harus dihormati dan diperhatikan hak-haknya.
“May Day, #SaveBuruhIntelektual yang honornya tak lekas dibayar,” tulis Uswatun.
Begitu pula yang ditulis Adit. Dia mendefinisikan buruh adalah guru honorer di Kabupaten Cirebon yang gajinya tak segera dibayar.
Informasi yang dihimpun Metrotvnews.com, para guru madrasah memiliki beragam keluhan terkait hak yang semestinya mereka terima selama ini. Antara lain, kecilnya honor yang diterima oleh guru non-PNS yang hanya berkisar Rp200.000–300.000 per bulan, ketidakjelasan pembayaran tunjangan profesi guru penerima sertifikasi selama hampir 6 bulan, serta mencuatnya isu petunjuk teknis baru penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang tidak diperkenankan untuk gaji guru honorer.
Terkait hal tersebut, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah, Madrasah dan Pendidikan Agama (Mapenda), Kementerian Agama (Kemenag) Kantor Cirebon, Mujayin menjelaskan pencairan honor bagi guru penerima tunjangan sertifikasi segera dilakukan. Pencairan paling lambat berlangsung pekan depan.
“Setelah memang mengalami kendala, untuk tunjangan profesi guru sekarang lagi dalam proses, kemarin dari Kanwil (Kantor Wilayah Kemenag, red) Bandung sudah melakukan revisi, ya mudah-mudahan dalam seminggu ini,” katanya saat dikonfirmasi Metrotvnews.com melalui telepon.
Mujayin menambahkan pencairan tersebut diambil dari APBN dan dipa Kemenag di kabupaten. Dia menjelaskan, jika anggaran tetap belum mencukupi, maka kebijakannya dibagi rata selama empat bulan pembayaran.
“Ini sebenarnya bukan hanya terjadi di Cirebon, tapi di berbagai daerah di Indonesia, karena diambil dari APBN,” kata dia.
“Nah untuk isu perubahan juknis penggunaan dana BOS, mudah-mudahan tidak benar. Saya bisa pastikan dana BOS tetap bisa disalurkan untuk guru Non PNS.”
Jika perubahan juknis itu memang ada, Mujayin berjanji menghadap ke pemerintah pusat bersama para Kasi Mapenda di berbagai daerah di Jawa Barat. Melalui forum itu, dia mengajukan peninjauan ulang terhadap perubahan juknis tersebut.
“Saya akan perjuangkan nasib guru madrasah, terutama guru honorer,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(BOB)