Kepala Kantor Wilayah HAM Jawa Barat Liberti Sitinjak mengatakan saat ini lapas dan rutan di Jawa Barat hanya berkapasitas 15.658 orang. Namun, diisi 23.681 orang.
"Ibarat kata, kondisi itu membuat kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala, badan ketemu badan. Dampaknya munculnya homoseksual (gay) dan lesbi," ujar Liberti di Sarana Olahraga (SOR) Arcamanik, Kota Bandung, Senin, 8 Juli 2019.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dia enggan menyebutkan besaran napi yang mengalami penyimpangan seksual. Namun, dampak tersebut juga memengaruhi petugas lapas dan rutan.
"Bukan berdampak pada napi saja, tapi juga pada kesehatan petugas, dengan kondisi seperti itu, pembinaan juga tidak efektif," kata Liberti.
Liberti mengatakan banyaknya narapidana di lapas dan rutan menjadi tantangan Kementerian Hukum dan HAM bersama para penegak hukum. Dia berharap penegak hukum bisa memberikan penanganan lain selain dijebloskan ke Lapas atau rutan.
"Ini tantangan ke depan pada seluruh aparat penegak hukum. Mana orang yang terlibat tindak pidana bisa masuk lapas dan mana yang tidak. Seperti pengguna (narkoba) bisa direhabilitasi supaya tidak menimbulkan over crowded," ucap dia.
Namun, kata dia, kondisi tersebut tidak hanya dilakukan terhadap orang yang terlibat kasus narkotika. Namun juga kasus pidana umum lainnya.
Dia mencontohkan, sebelum Undang-Undang Peradilan Anak terbit, penjara dihuni banyak sekali napi di bawah umur. Jumlahnya sempat menyentuh angka 20 ribu di Indonesia.
"Sekarang setelah ada Undang-Undang Peradilan Anak, jumlah napi di bawah umur berkurang drastis, mencapai 4 ribuan saja di seluruh Indonesia. Dan saya yakin, sistem semacam restorative justice jika diberlakukan pada orang dewasa juga bisa, bisa mengurangi 50 persen penghuni lapas," kata Liberti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ALB)