Kepada Metrotvnews.com, Rabu 26 Agustus, Erat bercerita soal Kampung Jemah. Perempuan berusia 58 tahun itu masih ingat betul kearifan di kampungnya.
Dulu, kata Erat, kampungnya ramai. Tapi kini kampungnya begitu sepi. Hanya beberapa warga yang bertahan sejak pemerintah membangun proyek berskala nasional itu beberapa tahun lalu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Erat menggambarkan kampungnya adalah tempat hidup yang tenteram. Pepohonan berukuran tinggi menghiasi kampungnya. Sejuk dan teduh. Demikian ia menggambarkan suasana Desa Jemah.
"Dulu di sini itu masyarakatnya sering berkumpul bersama, bercengkerama, sering berbagi dan juga sering bersosialisasi. Selain anak-anak yang ramai akan pergi mengaji, ibu-ibu juga sering mengadakan pengajian di mesjid," kenang Erat dengan wajah yang tampak sedih.
Tapi proyek pemerintah 'melunturkan' keakraban itu. Banyak warga yang pindah. Sejumlah rumah dirobohkan untuk 'melanggengkan' proyek tersebut. Suasana masjid pun melompong.
Erat pun akan segera meninggalkan rumah dan kampung halaman. Ia mengaku masih sangat betah. Ia berat meninggalkan desa yang ditempatinya sejak 40 tahun lalu itu.
"Banyak yang membuat saya kangen dengan Kampung Jemah. Saya belum terbiasa di tempat baru," ungkap Erat yang akan pindah ke Kecamatan Ujung Jaya, Sumdedang.
Bagi Erat, Desa Jemah tak sama dengan kamping lainnya. Jemah itu tenteram, adem, tanahnya bagus nan subur.
"Sekarang, saya ini pindah ke Ujung Jaya. Udaranya panas, tanahnya kering, pecah-pecah. Pokoknya beda dengan di sini. Pokoknya, saya bakal kangen seratus persen kalau nanti sudah pindah," sebut Erat.
Tapi Erat tak punya daya untuk bertahan. Pemerintah akan segera menggenangi Waduk Jatigede. Desa Jemah akan terkena dampaknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)