Ma’muri, koordinator aksi tersebut mengatakan, masyarakat tidak membutuhkan kompensasi dan bantuan lainnya dari pihak pelabuhan. Mereka hanya meminta kesehatan melalui udara tanpa polusi. Debu batu bara dirasa cukup mengganggu masyarakat.
Warga menutup akses masuk truk yang mengangkut batu bara di Pintu III Pelabuhan Cirebon. Sejumlah truk terpaksa memutar dan menggunakan pintu lain untuk bisa masuk dan keluar dari Pelabuhan Cirebon.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Kami hanya ingin sehat, bukan masalah kompensasi dan uang bantuan lainnya,” ujar Ma’muri, Rabu (6/1/2016).
Pada aksi yang diberi nama Aksi Putih ini, masyarakat melakukan istighosah di depan pintu III Pelabuhan Cirebon, sekaligus membakar kemenyan. Dengan dipimpin tokoh agama setempat, masyarakat berdoa agar bongkar-muat batu bara segera dipindahkan.
Sugiono, salah satu warga mengaku masih merasakan debu yang dihasilkan bongkar-muat batu bara di Pelabuhan Cirebon. Masyarakat belum merasakan upaya Pelindo II meminimalisir debu batu-bara. Ia juga berharap, pelabuhan menepati janji untuk menghentikan aktivitas bongkar-muat batu bara.
“Pihak pelabuhan sudah pernah menyampaikan, bahwa akhir Desember aktivitas akan ditutup. Namun, sampai saat ini belum ditutup juga,” ujar Sugiono.
Dalam aksi tersebut juga, hadir seorang dokter yang ikut menyampaikan orasinya. Dokter tersebut menyampaikan tentang bahaya yang dihasilkan dari batu bara yang hingga saat ini belum ada obatnya.
“Dampak dari batu bara akan terus dirasakan jika aktivitas ini terus dilakukan. Apalagi dampak dari batu bara tidak ada obatnya,” ujar dokter Mulyani.
Warga sempat meminta Manager Operasional Pelindo II Yossianis Marciano untuk menemuinya. Namun, Pelindo II tidak memenuhi permintaan warga. Warga akhirnya membubarkan diri secara tertib.
Selama aksi, puluhan petugas kemanan dari Polresta Cirebon ditambah petugas keamanan dari Pelabuhan Cirebon melakukan pengawalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
