Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memimpin upacara di Taman Taman Pancawarna Bale Paseban Pendopo Purwakarta. Dedi tampil tak biasa. Ia mengenakan sarung dan peci hitam.
Bukan hanya Bupati, peserta upacara pun mengenakan kain sarung dan peci hitam. Sementara peserta perempuan mengenakan pakaian etnik.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pasukan pengibar bendera pun tak mengenakan seragam putih-putih. Mereka mengenakan pakaian pengantin khas Sunda.
"Kali ini berbeda, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda kita memulai untuk mengenakan kain sarung dan peci hitam setiap hari Jumat bagi seluruh pegawai dan pelajar di Kabupaten Purwakarta," kata Dedi usai memimpin upacara.

(Bupati Dedi memimpin upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Purwakarta, MI - Reza Sunarya)
Dedi mengemukakan penggunaan kain sarung setara dengan spirit pemuda dalam peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928. Sarung merupakan kultur nusantara. Spirit itu tertulis dalam ikrar Sumpah Pemuda.
"Sarung itu identitas bangsa Indonesia, sementara para pemuda saat itu mengikrarkan persatuan nusantara di bawah panji Keindonesiaan dalam kondisi kultur daerah di nusantara yang berbeda-beda, spiritnya persatuan," lanjut Dedi.
Peringatan Sumpah Pemuda, ungkap Dedi, bukan sekadar seremoni. Tapi, kegiatan itu bertujuan mempersatukan bangsa dan membangkitkan semangat kreativitas.
"Maka saya akan terus mendorong kreativitas, untuk para pelajar, untuk seluruh masyarakat. Momentum sumpah pemuda adalah momentum persatuan bagi kita," pungkas Dedi.
Penggunaan kain sarung di Purwakarta dimulai sejak Bupati membuka kegiatan peringatan Hari Santri Nasional di Taman Pesanggrahan Padjadjaran pada Sabtu 22 Oktober. Setiap hari, pegawai negeri dan pelajar dari kalangan pria di Purwakarta mengenakan kain sarung di lingkungan masing-masing. Sementara pegawai dan pelajar perempuan mengenakan kebaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)