Purnomo, perajin tempe di Desa Bintoro, Demak, Jawa Tengah, harus berusaha memenuhi pesanan pelangganannya. Ia terpaksa memperkecil ukuran tempenya.
Purnomo mengakui ia terpaksa melakukan itu untuk menutupi biaya produksi yang membengkak akibat kenaikan harga kedelai impor. Harga kedelai naik dari Rp7.000 menjadi Rp7.200 per Kg.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Setiap hari, saya membutuhkan empat kuintal kedelai," kata Purnomo saat ditemui di tempat pembuatan sentral tahu tempe di Demak, Jumat (28/8/2015).
Ia tidak dapat menaikkan harga tempe. Untuk menyiasati kerugian, Purnomo memperkecil ukuran tempe.
"Dari pada saya naikkan tapi enggak laku, lebih baik saya kecilkan saja ukurannya," ujar Purnomo.
Dengan cara itu, kata Purnomo, ia masih bisa mendapat keuntungan 10 persen dari hasil penjualan. Purnomo mengaku hasil penjualan tempe mencapai Rp15 juta dalam sebulan. Ia menjual tempenya Rp2.500 per buah.
Lain lagi cerita perajin tahu untuk menekan kerugian. Sholeh, perajin tahu di Desa Bintoro, mencampur kedelai impor dengan lokal untuk membuat tahu.
Sholeh mengakui kualitasnya tidak maksimal. Tapi, Sholeh menjamin tahu yang ia produksi dalam kondisi matang alias tak mentah. Ia menjual satu plastik berisi enam tahu dengan harga Rp6.000 per bungkus.
Para perajin tempe dan tahu tersebut berharap pemerintah tak tinggal diam soal masalah tersebut. Bila terus berlanjut, bukan hal yang tidak mungkin bila perajin tahu dan tempe gulung tikar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)