Pengusaha mebel skala rumahan tiap tahun menyusut 8-10 persen. Data Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Kabupaten Jepara, mencatat ada 700 industri mebel rumahan. Padahal, pada 2010, ada 1.300 lebih industri mebel rumahan di Kota Ukir itu.
Himki merupakan peleburan dua organisasi mebel. Yakni Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo) dan Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ketua DPD Himki Jepara Raya Maskur Zaenuri mengatakan banyak pelaku usaha memilih jadi eksportir ketimbang berproduksi. Utamanya, setelah teknologi internet makin mudah dijangkau.
Jika permasalahan tersebut tak segera ditangani pemerintah, target produksi mebel nasional sulit tercapai. Imbasnya, volume ekspor mebel pun turut menurun.
“Hanya dengan gadget dan jaringan internet orang bisa jadi eksportir tanpa harus repot-repot produksi barang. Ini yang menyebabkan penurunan pelaku industri rumahan,” papar Maskur, Jumat (19/8/2016).
Kondisi itu ditengarai karena longgarnya regulasi yang mengatur ekspor mebel. Selain itu, sulitnya mendapatkan bahan baku kayu dan mahalnya harga kayu, juga dituding menjadi penyebab pelaku industri mebel rumahan menutup usahanya.
“Setiap tahun harga kayu Perhutani terus naik. Ketersedian bahan baku kayu di Jawa berkurang. Solusinya mendatangkan kayu dari luar Jawa, tapi itu akan mengakibatkan biaya produksi membengkak,” kata Maskur.
Permasalahan lain yang dihadapi pelaku industri mebel rumahan di Jepara saat ini, sulitnya mencari tenaga kerja. Baik tukang kayu maupun tukang amplas. Itu seiring dengan maraknya iklim investasi industri di Jepara.
"Sekarang cari tukang kayu atau amplas sulit, mereka yang semua kerja di gudang-gudang mebel sekarang memilih kerja di pabrik-pabrik baru," pungkas Maskur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)