Suki Ratnasari, wanita yang banyak berkecimpung di organisasi untuk memperjuangkan hak asasi perempuan. Foto: Medcom.id/Patricia Vicka
Suki Ratnasari, wanita yang banyak berkecimpung di organisasi untuk memperjuangkan hak asasi perempuan. Foto: Medcom.id/Patricia Vicka (Patricia Vicka)

Suki Ratnasari, Kartini Pembela Hak Perempuan dari Yogyakarta

Hari Kartini
Patricia Vicka • 21 April 2018 16:09
Yogyakarta:  Zaman boleh berganti. Namun permasalahan perempuan di era modern tak kalah pelik dibandingkan masa Kartini. Walau gerakan emansipasi dan kesetaraan gender menggema, masih banyak perempuan yang direnggut hak asasinya.
 
Hal inilah yang membuat Suki Ratnasari tergerak menjadi aktivis pembela kaum perempuan. Di mata masyarakat Yogyakarta ia pantas mendapat predikat Kartini pembela kaum perempuan.
 
Sejak kuliah, wanita kelahiran Magelang 22 Agustus 1982 ini mendedikasikan hidupnya untuk membantu dan menyelesaikan permasalahan perempuan melalui  lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi lainnya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Ia pernah menjabat sebagai Pembela Umum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Kepala Divisi Sipil dan Politik Perhikpunan Bantuan Hukum dan HAM Indoensia (PBHI) Yogyakarta dan Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) DI Yogyakarta.
 
Kini ia aktif memperjuangkan nasib perempuan di Lembaga Ombudsman Swasta  Daerah Istimewa Yogyakarta (LOD DIY) dan Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY).
 
Selama berkecimpung menjadi aktivis, Kiki kerap membantu menyelesaikan sejumlah kasus hukum kekerasan pada perempuan baik berupa kekerasan psikis, seksual dan fisik.
 
"Selama saya di LBH, saya pernah bantu selesaikan kasus hukum pemerkosaan pembantu yang dilakukan majikan. Pernah juga menangani kasus perempuan-perempuan Jugun Ianfu (mantan budak seks zaman penjajahan Jepang). Kalau untuk remaja pernah  menangani kasus mahasiswi yang meninggal dunia karena hamil diluar nikah," beber Kiki pada Medcom.id di Yogyakarta beberapa hari lalu.
 
Suki Ratnasari, Kartini Pembela Hak Perempuan dari Yogyakarta
Suki Ratnasari dalam aksi Kampanye JPY dalam International Woman Day (IWD) 2017.

 
Selama berkecimpung menjadi pembela kaum perempuan, Kiki melihat stigma negatif  masih menjadi ganjalan utama perempuan di Yogyakarta untuk berani mengadukan kekerasan yang diterimanya. Lingkungan sekitar dan keluarga sang perempuan masih banyak yang tak mendukung korban untuk melapor jika mengalami kekerasan.
 
Bahkan, ada korban kekerasan yang dilaporkan balik dan diancam sama pelaku dengan tuduhan pencemaran nama baik.
 
"Kalau korban mengadu ke polisi dia dianggap membuka aib keluarga, menjelekkan nama baik keluarganya. Juga dinilai mencemarkan nama baik lingkungan dan institusi tempat dia bekerja. Ini yang buat perempuan takut untuk berbicara," ujar alumni UGM ini.
 
Permasalahan lainnya yang kerap ditemui adalah perilaku kekerasan dan seks bebas pada remaja. Hal ini dipicu minimnya pendidikan dan informasi kesehatan reproduksi yang benar.
 
Masih banyak orangtua yang tabu mengajarkan pada anak soal sistem reproduksi. Faktor budaya turut membuat orangtua jarang berdiskusi terbuka bagaimana proses pacaran sehat.
 
Perempuan harus berani bicara!
 
Bersama dengan aktivis di Jaringan Perempuan Yogyakarta, Kiki berusaha menyadarkan dan mengedukasi perempuan Yogyakarta untuk berani melindungi diri. JPY turut mendorong seluruh perempuan untuk berani bersuara ketika menjadi korban kekerasan, atau membela korban kekerasan.
 
JPY kerap menggelar aksi dan kampanye untuk “mencerdaskan” perempuan Yogyakarta. Diantaranya kegiatan diskusi, orasi budaya dan kampanye stop kekerasan pada perempuan. Kegiatan ini rutin dilakukan di Woman International Day dan Hari Anti Kekerasan Perempuan.
 
Bagi kaum muda, JPY mencetuskan dan mendorong puskesmas di seluruh wilayah DIY agar lebih terbuka untuk mendengarkan keluhan atau pertanyaan remaja soal kesehatan reproduksi (kesehatan reproduksi).
 
“Kami dorong puskesmas ramah remaja. Caranya minta mereka siapkan satu konselor atau nakes yang bersedia dengan ramah menjawab pertanyaan atau melayani remaja soal Kespro. Sekarang hampir semua puskesmas di Kota Yogyakarta sudah ramah kespro,” kata ibu dua anak ini.
 
Tepat di hari Kartini, Kiki berharap agar wanita Indonesia terutama Yogyakarta untuk lebih berani memperjuangkan hak-haknya. Perempuan juga didorong menggunakan kekuatan sisterhood (kekeluargaan di antara sesama wanita) untuk kemajuan di daerahnya.
 
“Yogyakarta itu kuat sisterhood-nya. Pakai kekuatan sisterhood itu untuk saling membantu dan membela menyelesaikan kasus kekerasan dan kasus-kasus yang menimpa perempuan di sekitar kita," tegasnya.
 
Khusus untuk para gadis-gadis muda, Kartini Bumi Mataram ini berpesan untuk tidak takut bermimpi dan mengejar cita-cita sesuai passion yang dimiliki. Remaja perempuan harus terus belajar, membuka pikiran, dan meningkatkan kapasitas dirinya.
 
Kiki masih memiliki gairah untuk terus membela kaum perempuan. Ia menantang dirinya untuk lebih memperjuangkan kasus-kasus dan hak-hak para perempuan difabel.
 
Suki Ratnasari, Kartini Pembela Hak Perempuan dari Yogyakarta
Suki Ratnasari dalam aksi Kampanye JPY dalam International Woman Day (IWD) 2017.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(SUR)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif