Asikun, salah satu nelayan Tanjungsari, mengaku kecewa pemerintah tarik ulur aturan. Padahal, ia dan nelayan nelayan lain di Tanjungsari sangat mendukung pelarangan cantrang.
"Kecewa sekali. Sebenarnya saya setuju kalau cantrang dilarang. Karena bisa merusak lingkungan. Merugikan nelayan lain, karena ikan terangkut semua. Tapi kok sekarang diperbolehkan lagi," kata Asiku, Jumat, 19 Januari 2018.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut Asikun, sudah sejak lama nelayan di Pemalang tidak menggunakan alat tangkap cantrang. Hanya sejumlah nelayan saja yang masih menggunakannya.
"Kalau di Tanjungsari tidak ada yang pakai cantrang. Saya pakainya bolga dan waring. Yang masih banyak itu di Asemdoyong," tambahnya.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pemalang Abdul Wahid menyayangkan keputusan Presiden. Menurutnya, cantrang hanya menguntungkan nelayan dalam jangka pendek karena merusak ekosistem laut bila dipakau terus menerus.
"Untung untuk masa sekarang saja. Tapi tidak memikirkan untuk anak cucu kita nantinya. Kalau ekosistem rusak, ikan habis, apakah nelayan masih bisa mencari ikan," ujarnya.
Kata Abdul, di Pemalang ada tiga pelabuhan kapal. Di antaranya adalah Tanjungsari, Asemdoyong dan Mojo, dengan jumlah nelayan sekitar 17 ribuan lebih. Sedangkan jumlah kapal berukuran kecil hingga besar ada mencapai 1.800 kapal.
"Yang pakai cantang cuma sebagian kecil saja. Cantrang itu hanya menguntungkan sejumlah nelayan saja. Kasihan yang pakai alat ramah lingkungan. Pasti nantinya akan ada gesekan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)