Tujuh gunungan itu diarak ratusan prajurit dari Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebanyak lima gunungan diarak menuju Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Sedangkan dua gunungan lainnya menuju Kantor Kepatihan dan Puro Pakualaman.
"Gunungan ini sebagai wujud kesyukuran Ngarso Dalem (Raja Keraton Yogyakarta Sultan HB X) atas sudah diselesaikannya puasa Ramadan," kata Penghulu Keraton Ngayogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Ahmad Kamaludiningrat.
Dia mengungkap, wujud syukur berupa gunungan itu disusun dari aneka hasil pertanian. Karena salah satu penghasilan pokok masyarakat di Yogyakarta adalah pertanian.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Maka hasil pertanian itu disedekahkan. Karena terbatas jumlahnya dan yang merayah jumlahnya banyak sehingga diperebutkan atau dikeroyok, digerebeg," jelas dia.
Kamaludin mengakui, sebagian besar masyarakat ikut berebut gunungan agar bisa mendapat berkah. Dia menambahkan, makanan yang telah didoakan memiliki nilai kemanfaatan.
"Berkah itu kan artinya punya nilai lebih," jelas dia.
Seorang warga Depok, Jawa Barat, Heri, 45, yang ikut berebut gunungan, mengaku berusaha mendapatkan isi gunungan berupa kacang panjang dan cabai merah untuk dibawa pulang dan sebagian dimasak. Heri mengaku, setiap tahun mengikuti Grebeg Syawal karena percaya hasil bumi dalam bentuk gunungan bakal mendatangkan keberkahan.
"Saya bawa pulang nanti sebagian dimasak biar dapat berkah saja sih," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(LDS)