Aktivitas anggota komunitas di Rumah Difabel Semarang, dok: istimewa
Aktivitas anggota komunitas di Rumah Difabel Semarang, dok: istimewa (Budi Arista Romadhoni)

Noviana, 'Kartini' Pejuang Difabel di Semarang

Hari Kartini
Budi Arista Romadhoni • 20 April 2018 12:58
Semarang: Namanya Noviana Dibyantari. Bagi kaum difabel di Semarang, Jawa Tengah, Noviana adalah pahlawan. Layaknya RA Kartini di Jepara, Noviana menjadi sosok yang berani memperjuangkan hak difabel di kota tersebut.
 
Di Jepara, RA Kartini dikenal sebagai pahlawan pejuang pendidikan perempuan. Itu kurang lebih seabad lalu.
 
Di era kini, ada pula sosok Kartini, namun lain kota. Tepatnya di Semarang. Setidaknya bagi kaum difabel di Kota Lumpia, perempuan berusia 54 tahun itu pantas menyandang julukan 'Kartini'.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Noviana merupakan pendiri dan inisiator Rumah Difabel semarang. Dari situ, dia 'melawan' siapapun yang mencoba meminggirkan para kaum disabilitas. 
 
Ia mengawali aktivitas itu lantaran anaknya juga menyandang disabilitas. Lebih tepatnya, tuna grahita. Boleh jadi, kondisi anaknya lebih baik dari orang lain.
 
"Sebab, saya melihat anak-anak difabel di luar sana masih kurang beruntung. Masih ada yang disembunyikan, dipasung, tidak diberi akses. Maka dari situ hati saya tergerak memperjuangkan hak para disabilitas," kata Noviana yang ditemui Medcom.id di Rumah Difabel di Jalan MT Haryono Nomor 266 Kota Semarang, Kamis, 19 April 2018.
 
Ibu enam anak itu prihatin dengan perlakuan yang didapat difabel. Ia lalu mengajak keluarganya untuk peduli dengan difabel.
 
"Saya ajarkan mereka untuk fight dan peduli untuk mereka," lanjutnya.
 
Mereka kemudian membentuk komunitas 'Sahabat Difabel' pada 2015. Komunitas itu pun menjadi wadah difabel untuk berjuang hidup di masyarakat.
 
Noviana, 'Kartini' Pejuang Difabel di Semarang
(Noviana Dibyantari, founder dan inisiator Rumah Difabel Semarang, Medcom.id - Budi Arista)
 
"Anggotanya beragam disabilitas mulai dari daksa hingga autisme," ungkapnya.
 
Melalui komunitas itu, difabel dan orangtua pun berbagi, berkeluh kesah, hingga mengungkapkan kemampuan mereka di masyarakat.
 
Dulu, ujarnya, komunitas kerap melakukan kegiatan di Balai Kota Semarang. Kemudian mereka kerap mendatangi lokasi lain untuk menemukan difabel dan memberi semangat pada mereka.
 
"Cacat itu bukan berarti kiamat. Selalu ada harapan. Makanya kami beri mereka pendidikan, pelatihan, dengan tujuan mereka bisa mandiri," tutur Noviana.
 
Noviana merasa publik mengapresiasi komunitas itu. Hingga akhirnya, ada warga yang membantu mereka memiliki rumah. Bahkan donatur juga membantu membelikan perabotan buat mereka.
 
"Kami berdoa kepada Tuhan tak disangka ada yang memberi bantuan. Mulai dari AC, rak buku, hingga meja kursi," katanya.
 
Tak jarang ia kesulitan dana untuk membangun mental dan kemandirian difabel. Noviana mengaku itu bukan hal yang mudah. Ia kerap nombok menggunakan uang kantong sendiri untuk difabel. Tapi, aku Noviana, itu hal yang biasa.
 
Noviana, 'Kartini' Pejuang Difabel di Semarang
(Penyandang disabilitas yang bernaung di Rumah Difabel Semarang, dok: istimewa)
 
Noviana bersama komunitasnya memiliki mimpi. Mereka tak butuh dikasihani. Mereka hanya butuh kesempatan.
 
"Kami ingin teman-teman difabel setara dengan masyarakat lainnya. Beri mereka kesempatan kerja," ungkapnya.
 
Menapak mimpi, difabel yang diasuh Noviana kini berkiprah sebagai pengusaha. Mereka memproduksi kerajinan dan menjualnya hingga keluar negeri, mulai dari Belanda, Swedia, dan Australia.
 
Beberapa produk yang sudah 'mendunia' di antaranya sandal rajut, dompet rajut, tas anyaman, hingga sovenir berupa replika kapal dan pesawat. Noviana mengatakan 'anak-anak' asuhnya membuat barang-barang itu setelah mendapat pelatihan melalui Rumah Difabel.
 
Noviana, 'Kartini' Pejuang Difabel di Semarang
(Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat berkunjung ke Rumah Difabel Semarang, dok: istimewa)
 
"Pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng) dan Ibu Siti Atiqoh Supriyanti (istri Ganjar) juga pesan pakaian hasil karya teman-teman difabel. Sekarang kami bisa memamerkan barang-barang kerajinan tangan mereka. Saya tiap hari menggunakan produk mereka," tutur Noviana.
 
Menurut Noviana, Rumah Difabel menggelar pelatihan seperti kerajinan tangan, mengoperasikan komputer, bermusik, dan komunikasi dengan bahasa isyarat. Mereka juga mendapat pelatihan untuk bekerja di kantor. 
 
Sehingga Rumah Difabel bisa menyalurkan mereka ke beberapa perusahaan di antaranya PT Marimas, PT Tefpek Asia, PT Sami, PT Megaprima Raya, dan BBI pabrik garmen. Mereka bekerja sebagai administrasi dan buruh ahli jahit di pabrik garmen. 
 
Hingga kini, banyak penyandang disabilitas yang sudah dikatakan lulus dan bekerja mandiri. Lalu, saat ini yang sedang belajar terdapat 50 orang yang aktif di Rumah Difabel. 
 
Rumah Difabel menjadi rumah untuk penyandang disabilitas. Beragam prestasi telah ditorehkan oleh mereka. Penghargaan yang sudah diraih yaitu Best Community Award dari Media Suara Merdeka. Noviana juga dinobatkan sebagai Kartini Semarang dari Pemkot Semarang pada 2017.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RRN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif