Pembukaan acara ditandai dengan penghitungan mundur oleh Rektor ISI Solo, Guntur, di halaman rektorat. Tepat pukul 06.00 WIB, Rektor mengalungkan untaian melati kepada enam penari.
Puluhan penari lainnya kemudian muncul membuka pementasan akbar itu. Enam penari berada di atas panggung sambil menari-nari.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Setelah pertunjukan pembukaan selesai, giliran enam penari berunjuk gigi. Satu per satu penari turun dari panggung dan membawakan tarian kreasi secara apik.
Enam penari itu ialah Arbi Nuralamnsyah dari Bandung, I Nyoman Agus Triyuda dari Bali, Abib Igal dari Kalimantan, Pulung Jati Rangga Muri dari Yogyakarta, serta Darmasti dan Sri Hadi dari ISI Solo.
Masing-masing membawakan tarian kontemporer dengan nuansa kedaerahan. Misalnya, Arbi menampilkan nuansa jaipongan atau Pulung yang kental dengan tarian Jawanya.
Mereka akan berusaha menyelesaikan tugasnya sampai 24 jam ke depan. Mereka dilarang berhenti bergerak sampai pukul 06.00, Selasa, 30 April besok.
Selain acara pembuka, selama 24 jam pula ISI menggelar berbagai kegiatan terkait dengan hari. Salah satunya pertunjukan tari kolaborasi seniman dengan anak-anak difabel.
Rektor ISI Solo, Guntur, mengatakan acara itu terselenggara atas partisipasi 6.000 seniman dari 200 kelompok tari. "Mereka berasal dari berbagai penjuru negeri dan beberapa dari luar negeri," katanya.
Tema kali ini ialah #GegaraMenari: Urip Mawa Urup, Urip Hanguripi. Penggunaan tagar tersebut dilakukan agar HTD kali ini juga diramaikan di media sosial oleh para kaum muda.
"Artinya bahwa hidup harus mencerahkan, hidup harus bermanfaat atau melayani. Tari bukan hanya fenomena keindahan tetapi adalah cahaya dan daya," katanya.
Guntur berharap melalui HTD, pluralisme dan kebinekaan dapat selalu terawat dengan Pancasila. "Sehingga tari adalah aset untuk memajukan bangsa," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)