Lahan persawahan tersebut berdekatan dengan Sungai Oya. Tanaman padi yang ditanam sebelum hujan sudah hilang beserta tanahnya yang terseret arus banjir.
Sadirun, 65, salah seorang pemilik lahan, mengatakan, lapisan tanah di persawahannya hilang sekitar 1,5 meter terseret arus banjir. Ia mengaku tak bisa berbuat apapun.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sebelum lahan rusak akibat banjir, lahan tersebut sangat subur untuk bercocok tanam seperti padi dan sayuran. "Sepertinya ini yang paling parah dalam banjir dari tahun-tahun sebelumnya," kata Sadirun di Gunungkidul pada Rabu, 13 Desember 2017.
Sadirun hanya pasrah dengan kondisi lahan pertaniannya yang berubah menjadi bebatuan. Ia mengaku tak tahu hendak berbuat apa dalam kondisi tersebut. Perekonomian keluarganya praktis akan terganggu. "Biasanya setahun panen tiga kali, tidak tahu panen dari mana tahun ini," keluhnya.
Sarino, 55, yang juga seorang petani setempat, mengatakan tiga petak sawahnya juga tersisa bebatuan. Ia mengaku tertegun saat pertama melihat lahannya yang menghasilkan padi dua ton dalam setahun, hanya terlihat bebatuan.
Ia menyatakan akan berupaya menutupi bebatuan yang terlihat dengan lapisan tanah baru. Meskipun, ia mengaku tak mudah merealisasikan karena juga membutuhkan biaya besar. "Ya maunya pemerintah ikut membantu," jelasnya.
Tak hanya dua petani tersebut yang lahannya pertaniannya tersisa bebatuan. Ada puluhan petani dengan total lahan pertanian belasan hektar yang menyisakan bebatuan.
Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Raharjo Yuwono mengatakan belum bisa langsung bertindak usai bencana itu. Ia berujar, Dinas Pertanian akan melakukan kajian lebih dahulu sebelum melangkah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ALB)