Rumah tersebut memiliki bahan baja ringan dan pondasi besi baja dengan ukuran 3x6 meter.
"Sebelum membangun, kami melakukan survei dan membantu membersihkan puing-puing runtuhan bangunan. Rumah hunian sementara ini diharapkan bisa memberi kenyamanan bagi warga," kata seorang mahasiswa KKN UGM, Farid Fadillah, dalam keterangan tertulis kepada Medcom.id, Senin, 3 September 2018.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Farid menjelaskan, ada 50 rumah tersebut akan dibangun di Dusun Karang Pansor dan Karang Petak.
Menurut Farid, jumlah tersebut masih sangat belum bisa mencukupi untuk seluruh warga yang terdampak, karena dua dusun tersebut ada 300-450 kepala keluarga.
"Awalnya beberapa warga menolak, karena merasa tidak enak dengan warga lainnya yang tidak dibangun. Setelah dilakukan pendekatan akhirnya mereka mau, warga mulai antusias dan ikut gotong royong," ungkap Farid.
Pembangunan rumah tersebut dibangun bersama tukang las dan diawasi pengerjaannya. Sementara pengerjaan dinding rumah yang menggunakan kayu atau triplek dilakukan sendiri oleh warga.
"Material disediakan Fakultas teknik UGM yang dibantu melalui dana bantuan Kementerian Perhubungan," beber Farid.
Sementara itu dosen pembimbing lapangan KKN, Azhar Saputra mengatakan, bantuan tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan warga untuk rumah tinggal selamanya.
Sebab, pengalaman selama di daerah yang terkena gempa, banyak bekas bangunan hunian sementara tidak digunakan lagi atau bahkan dibuang karena material sudah rusak.
"Bangunan ini bisa digeser materialnya bisa digunakan untuk fondasi bangunan baru. Setidaknya korban gempa terlindung dari terik matahari dan hujan," ungkap Azhar.
Adapun proses pengerjaan satu unit rumah membutuhkan waktu sekitar 6-7 jam. Total biaya pengerjaan untuk satu unit rumah sekitar Rp13,5 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(DEN)