"Kami berdiri sekitar 17 September 2015," ungkap Ketua Komunitas Sibat Sewu Budi Utomo, Kamis, 10 Januari 2018.
Komunitas yang dipimpinnya ini beranggotakan 30 orang dari sekitar wilayah rawan terdampak banjir. Latar belakang anggota komunitasnya pun beragama.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Ada karangtaruna, bapak-bapak hingga ibu-ibu PKK dan anak-anak," papar Budi Utomo.
Komunitas Sibat Sewu menyiapkan masyarakat rawan terdampak menjadi masyarakat yang tangguh terhadap bencana. Beragam aktivitas terkait kebencanaan dilakukan.
"Kami bagi menjadi antisipasi gerakan pengurangan bencana dan penanganan bencana," tutur dia.
Masyarakat, kata Budi, bersama-sama belajar mengantisipasi banjir. Misalnya dengan membuat sumur resapan, membuat biopori, mengedukasi anak-anak setempat mengenai sampah.
"Kami juga menanam akar wangi untuk mencegah longsor dan rutin membersihkan sungai," paparnya.
Di samping itu dalam hal mitigasi bencana, masyarakat sudah terlatih jika sewaktu-waktu banjir tiba. Mulai dari penyiapan jalur evakuasi hingga membuat dapur umum. Semua kegiatan itu rutin dilatih dan disimulasikan.
"Dulu kalau ada banjir masyarakat bingung dan hanya bisa menunggu bantuan di atas tanggul, sekarang sudah lebih terkoordinir, semua bergerak sendiri," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)