Kericuhan terjadi akibat kesalahpahaman sejumlah pemilik kapal kerena tidak ada jenis alat tangkap cantrang dalam formulir pengajuan surat keterangan melaut.
Akibat kericuhan tersebut, pelayanan pembuatan SKM dihentikan sementara. Kesalahpahaman tersebut dapat diatasi setelah pihak perizinan dan perwakilan nelayan bertemu dengan tim khusus verifikasi kapal Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Kericuhan terjadi akibat kesalahpahaman, karena pemilik kapal tidak menemukan jenis kapal cantrang di dalam formulir surat tersebut. Sehingga memicu kemarahan nelayan dan pemilik kapal lainnya. Akhirnya, kolom formulir SKM diisi dengan alat tangkap gillnet atau jaring,” ungkap juru bicara Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI), Hadi Santoso, Kamis, 8 Februari 2018, di kantor pelabuhan Tegal.
Hadi mengatakan, SKM merupakan surat pengganti SIPI (surat izin penangkapan ikan). Selain SIPI, kapal yang melaut kapal harus memiliki surat layak operasi (SLO) dan surat persetujuan berlayar (SPB).
Dari hasil pendataan kapal, 193 kapal dari 600 kapal cantrang telah diverifikasi tim khusus KKP. Namun, sebagian pemilik kapal mengeluhkan denda kelebihan gross-tonnage (GT) kapal setelah diverifikasi ulang. Sebagian kapal cantrang diketahui tidak sesuai ukuran yang tertera.
“Pemilik kapal harus membayar kelebihan gross ton kapal dengan biaya Rp1 juta per gross tonnage. Umumnya. hasil verifikasi ulang kelebihan gross ton kapal cantrang berkisar 40 hingga 80 gross tonnage. Pembayaran denda tersebut masuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” jelasnya.
Sementara itu, guna mengantisipasi terjadinya kericuhan lanjutan, puluhan personil sabara bersenjata lengkap dari Polres Tegal Kota dikerahkan untuk mengamankan lokasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)