Gereja St Lidwina/ANT/Andreas Fitri Atmoko
Gereja St Lidwina/ANT/Andreas Fitri Atmoko (Ahmad Mustaqim)

Masyarakat Diajak Pahami Toleransi secara Utuh

penyerangan perusakan
Ahmad Mustaqim • 21 Februari 2018 10:01
Yogyakarta: Peneliti Pusat Studi Keamanan dan perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ahmad Munjid, mengajak masyarakat Indonesia memahami toleransi secara utuh. Sebab, toleransi yang berada di benak sebagian masyarakat masih setengah-setangah. Ia menilai itu manjadi salah satu faktor penyebab terjadinya peristiwa perusakan dan penyerangan sejumlah rumah ibadah di Indonesia. 
 
Munjid menerangkan toleransi yang dipahami sebagian masyarakat saat ini yakni kelompok minoritas diizinkan melakukan peribadatan dengan bebas. Namun, jika kelompok minoritas itu mengadakan kegiatan besar, kelompok mayoritas akan melarangnya. 
 
"Toleransi harus ditegakkan. Toleransi itu hidup bersama, suka tidak suka, hidup bersama. Kedudukan sama di depan hukum. Kita sering kali memahami toleransi yang masih salah," kata ujar Munjid saat dihubungi Medcom.id pada Selasa, 20 Februari 2018, malam. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Selain toleransi, lanjutnya, masyarakat harus memberikan pengakuan kepada semua golongan. Munjid berpendapat rasa toleransi sudah dilakukan masyarakat luas. Namun, seolah tertutupi akibat kelompok intoleran yang kecil dan lebih banyak berisik. 
 
"Tapi, meskipun sudah ada pengakuan, masyarakat sudah tahu perbedaan. Ketika ada gesekan kepentingan, toleransi tak jalan. Pengakuan yang paling penting adalah kesejajaran di depan hukum," ungkapnya. 
 
Khusus di Yogyakarta, pengakuan masyarakat sudah berjalan dan pelaporan apabila peristiwa intoleransi terjadi sudah dilakukan. Namun, tindak lanjut dari aparat atas laporan masyarakat itu masih belum tampak. 
 
Baginya, pemerintah juga harus bisa mengakomodasi kepentingan semua kelompok. Baik itu hak kesejahteraan hingga peribadatan. "Hak masing-masing kelompok ini harus dilindungi," ujarnya. 
 
Ia menambahkan, Yogyakarta yang terdapat banyak kaum terdidik masih banyak muncul masalah intoleransi. Menurutnya, toleransi yang dilakukan selama ini seperti toleransi yang tidak ikhlas. 
 
"Kalau di Jogja begini, bagaimana di tempat lain," cetusnya. 
 
Munjid menambahkan Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta perlu tegas menghadapi kelompok intoleran. Jika dibiarkan akan berpotensi mengancam semuanya. 
 
"Bahkan keraton sebagai senter kebudayaan Jawa pelan-pelan terus didesak. Kita perlu menjadikan kelompok radikal dan intoleran sebagai musuh bersama," pungkasnya. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(LDS)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif