Di kawasan Pantura wilayah barat, Jawa Tengah, nama Muhadi sudah tak asing lagi. Ia dikenal sebagai pemilik Dedy Jaya Group. Beragam sektor usaha ditangani perusahaan grup itu mulai otomotif, toko bangunan, pabrik es, SPBU, perumahan, hotel, rumah sakit, bank perkreditan rakyat, hingga perguruan tinggi.
Muhadi mengaku hanya lulus madrasah tsunamiyah, setingkat SMP, di sebuah pesantren di Cirebon, Jawa Barat. Mulanya, ia menerjuni usaha dagang bambu. Modal awalnya kurang lebih Rp50 ribu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ia mengumpulkan modal dari upah membantu orang tua di sawah. Beberapa pesanan mulai datang. Muhadi memesan bambu dari sebuah kontraktor bangunan. Kontraktor menyuplai ribuan batang bambu pada Muhadi.
Ia mendapat untung, bahkan meningkat. Dua tahun berdagang bambu, Muhadi mendirikan toko bahan bangunan. Ia menggunakan keuntungan berdagang bambu menjadi modal.
"Tujuh tahun berbisnis di material, keuntungan dari berjualan bahan bangunan sudah bisa menjadi modal untuk membeli beberapa bus besar," kata pria kelahiran Maret 1961 saat ditemui di rumahnya di Desa Cimohong, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Muhadi mengaku pernah menjalani pekerjaan kasar seperti berdagang es lilin di kampung, menjadi kondektur bus, serta berjualan minyak tanah. Pekerjaan itu ia jalani hingga 1979 atau sekitar lima tahun sejak menamatkan pendidikan menengah.
Karier Muhadi mulai berhasil setelah menikahi Atik Sri Subekti pada 1981 di usianya yang masih muda 19 tahun. Kini, grup usaha PT Dedy Jaya Lambang Perkasa yang berdiri sekitar 16 tahun yang lalu, telah menjadi kerajaan bisnis dengan 2.500 karyawan.

(Sebuah bus milik Dedy Jaya yang merupakan bagian dari usaha Muhadi, lulusan SMP yang sukses jadi bos berbagai usaha, di Brebes, dok: istimewa)
PO Dedy Jaya adalah salah satu usaha yang melambungkan namanya di daerah. Jumlah armada busnya sudah mencapai ratusan unit. Penumpang asal Pantura, Tegal, Pekalongan, dan Purwokerto yang hendak ke Jakarta mengenal bus ini.
“PO Bus Dedy Jaya didirikan pada 11 Januari 1989. Bus Dedy Jaya melayani trayek Jakarta-Purwokerto, Jakarta-Tegal, dan Jakarta-Pemalang-Pekalongan,” ungkapnya.
Sektor usaha lain yang membuatnya menjadi sorotan adalah bisnis property dan perhotelan. Ia membangun ratusan perumahan dan beberapa hotel berkelas di wilayah pantura. Tahun 2015, Muhadi mendirikan 3 hotel sekaligus, yakni Hotel Grand Anggraeni di Bumiayu, hotel berbintang tiga Grand Dian di Brebes dan Slawi.
Sebelumya empat hotel miliknya telah berdiri dengan nama hotel Dedy Jaya di Kota Brebes dan Hotel Anggraeni di Tanjung, Ketanggungan dan Jatibarang. Pada bulan Juni 2016 Muhadi juga mengakuisi sebuah hotel bertema boutique hotel yaitu Royal Mega Boutique Hotel Cirebon, Jawa Barat.
Di tengah kesuksesan Muhadi mengaku pernah mengalami kegagalan dalam bisnisnya yang hampir membuat semua bisnisnya gulung tikar. Salah satu bisnisnya yang terpaksa ditutup karena pailit yaitu bioskop miliknya yang berada di Kota Tegal.
“VCD bajakan selain merugikan dunia perfilman ternyata dampak besarnya juga dirasakan oleh para pemilik bioskop,” kata Muhadi.
Selain kegagalan pada usaha bioskop, Muhadi juga pernah merasakan kegagalan pada bisnis kapal ikan. Ketatnya persaingan, terlebih modal yang dibutuhkan sangat besar membuat usahanya yang baru berkembang tersebut dihentikan.
Bank tidak ada yang mampu meminjaminya dana yang besar, dan saat itu sedang merebaknya dampak krisis moneter di tahun 1998. Meski demikian kegagalam usaha disektor perikanan tidak berdampak pada usaha yang lain.
“Masalah nasib urusan belakangan, yang penting kerja keras dulu,” demikian prinsip hidup Muhadi sebagai dasar kuat untuk selalu mencoba bisnis baru yang lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)
