"Hari ini saya akan bertemu dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jateng, M Syafriadi. Kita akan membahas lebih lanjut secara teknis terkait izin melaut dan edaran dari KKP," katanya, saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 23 Januari 2018.
Salah satu pembicaraan yaitu alat tangkap jaring ingsang, gillnet, yang menjadi pengganti. Pasalnya untuk modal untuk beralih ke gillnet tidak sedikit, diperlukan biaya sekitar satu hingga dua miliar rupiah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Belum lagi persoalan pembatasan wilayah tangkap cantrang yang hanya di Laut Jawa serta keterbataan gillnet. Nelayan menyebut, alat tangkap yang diberkan KKP hanya bisa menangkap spesies ikan ukuran besar yang ada di perairan Natuna dan Maluku. Padahal ikan di Laut Jawa diklaim banyak berukuran kecil.
“Lihat saja nelayan yang ada di wilayah Lamongan. Para nelayan ini melaut dan mencari ikan di Laut Jawa yang memilik ukuran ikan relatif tidak terlalu besar,” kata Juru Bicara Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) Hadi Santoso.
Haji Basori, 56, nelayan asal Desa Kluwut, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, meminta KKP memberikan kebijakan terhadap nelayan pengguna cantrang. Tiga kapal miliknya yang sudah beroperasi puluhan tahun terpaksa menganggur karena adanya larangan tersebut.
Ia pernah mencoba mengganti dari jaring cantrang ke jaring gillnet dengan ukuran kapal 50 GT. Namun, hasil tangkapannya malah berkurang. Akhirnya, sudah enam bulan kapal tersebut menganggur.
“Jauh sekali, malah merugi. Sekali berangkat langsung rugi karena tidak bisa menutup modal belanja selama dua bulan di tengah laut bersama 25 ABK,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)