Seorang perempuan membagikan bubur asyura pada warga di sekitar komplek Menara Kudus di Desa Kauman, Kota Kudus. Rabu 19 September 2018, Medcom.id - Rhobi
Seorang perempuan membagikan bubur asyura pada warga di sekitar komplek Menara Kudus di Desa Kauman, Kota Kudus. Rabu 19 September 2018, Medcom.id - Rhobi (Rhobi Shani)

Bubur Syuro Simbol Gotong Royong di Kudus

tradisi
Rhobi Shani • 19 September 2018 16:01
Kudus: Setiap tanggal 9 Muharram (penanggalan Islam), masyarakat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menggelar tradisi bubur syuro. Yaitu, membagi-bagikan bubur kepada warga yang tinggal di sekitar kompleks Masjid Menara Kudus. Tradisi ini juga menjadi penanda dimulainya prosesi Buka Luwur Sunan Kudus.
 
Di dapur sebuah rumah di gang sempit, di sekitar kompleks Menara Kudus Desa Kauman Kecamatan Kota Kudus, beberapa warga sibuk menyajikan bubur syuro. Ada yang menyiapkan bahan, ada yang tengah menyalakan api di tungku, ada pula yang menyiapkan berbagai toping atau wuwur untuk bubur.
 
Tahun ini, tradisi bubur syuro Buka Luwur Sunan Kudus, jatuh pada Rabu, 19 September 2018. Bubur syuro merupakan bubur yang dibuat dari sembilan bahan berbeda. Mulai dari beras, pisang, kacang hijau, kacang tolo, kedelai. Selain itu ada juga bahan lainnya yaitu ubi jalar, ketela pohon, dan jagung.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Semua bahan dimasak jadi satu, dalam satu wajan. Prosesnya pun cukup panjang. Memakan waktu hampir lima jam. Ada enam tungku yang digunkana untuk masak. Setiap tungku bisa membuat sampai 150 porsi bubur,” ujar Muflichah, seorang juru masak, sembari memasak bubur.
 
Bubur Syuro Simbol Gotong Royong di Kudus
(Bubur asyura, makanan khas di Desa Kauman, Kota Kudus, merayakan Hari Asyura atau 10 Muharram dalam penanggalan tahun Hijriah, Medcom.id - Rhobi Shani)
 
Setelah bubur selesai dimasak, Muflichah melanjutkan, bubur dibagikan ke warga dari pintu ke pintu. Bubur ditaruh di atas daun pisang lengkap dengan wuwurnya. Sedangkan warga yang menerima biasanya langsung menyantapnya.
 
Dari semua praktik tradisi berusia ratusan tahun itu, ditambahkan Muflichah, mengandung makan filosofi mendalam. Yang paling substansial yaitu makna gotong royong. Sebab, proses pembuatan bubur dilakukan secara bersamaan oleh warga. Kemudian hasil olahan bubur pun dibagikan untuk warga.
 
“Makna lain yaitu mengenang kejaidan besar berupa banjir yang pernah menimpa Nabi Nuh. Saat itu bahan makanan yang tersisa dimasak semua, kemudian dibagikan,” beber Muflichah.
 
Nur Linada, warga Desa Kauman, mengaku selalu mendapat jatah pembagian bubur syuro setiap tahunnya. Bubur yang memiliki rasa gurih itu selalu disantap sampai habis. 
 
“Rasanya enak, karena terbuat dari bahan-bahan alami,” ungkap Nur.
 
Pembagian bubur syuro merupakan bagian dari prosesi Buka Luwur Sunan Kudus yang akan dilakukan sehari setelahnya. Sebelumnya berbagai prosesi telah dilakukan oleh pengurus Yayasan Masjid Menara Makam Sunan Kudus. adapun puncak buka luwur bersamaan dengan pembagian nasi jangkrik dan uyah asem kepada masyarakat.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RRN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif