Aksi jurnalis di Semarang menuntut upsh layak dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, Selasa 1 Mei 2018, Medcom.id - Budi
Aksi jurnalis di Semarang menuntut upsh layak dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, Selasa 1 Mei 2018, Medcom.id - Budi (Budi Arista Romadhoni)

May Day, Jurnalis di Semarang Tuntut Upah Layak

may day
Budi Arista Romadhoni • 01 Mei 2018 15:46
Semarang: Jurnalis yang tergabung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang dan Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) turut memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day. Salah satu tuntutan mereka yaitu upah yang layak.
 
Aksi berlangsung di bundaran Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Selasa 1 Mei 2018. Puluhan jurnalis berjejer di pinggir jalan.
 
Abdul Mughis, Ketua Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah, menyatakan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan hanya menjadi tumpukan kertas 'kitab suci'. Pelaksanaannya mangkrak. Pengusaha media di Jateng belum sepenuhnya menjalankan aturan tersebut.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Faktanya, hingga kini masih banyak pekerja di industri media baik jurnalis, fotografer, layout, marketing, office boy, maupun security digaji jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK)," kata Mughis di Kota Semarang.
 
Mughis menyontohkan beberapa media di Semarang memberikan gaji pokok di kisaran Rp1 juta untuk jurnalis. Mughis menilai besaran tersebut jauh dari standar kebutuhan hidup layak (KHL) 2018 di Semarang.
 
"Menurut survei Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional Kota Semarang ada di angka Rp2,7 juta," jelasnya.
 
Selain itu, lanjutnya, masih banyak media di Semarang belum memberikan jaminan kesehatan dan jaminan hari tua.
 
Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan, mengatakan masih banyak pengelola media yang tidak memberikan status pekerja media mulai dari kontrak hingga karyawan tetap sesuai dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan. Sehingga jenjang karir bagi pekerja media pun tak ada.
 
“Hak libur, cuti tahunan, maupun hak cuti haid bagi karyawati, uang lembur bagi pekerja yang melebihi 8 jam setiap hari, dan Tunjangan Hari Raya (THR) harus dijalankan,” ujarnya.
 
Bahkan, fenomena yang tak kalah menyedihkan, banyak pekerja media di PHK. Namun perusahaan tak memberikan uang pesangon sesuai Undang Undang Ketenagakerjaan.
 
Kemudian Ketua LBH Semarang Zainal Arifin mengatakan saat ini politik upah murah dijadikan senjata oleh pemerintah untuk mengundang investasi.
 
"Untuk itu LBH Semarang menuntut pemerintah untuk mencabut PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, menghentikan praktek politik upah murah di Jawa Tengah dan pasar tenaga kerja fleksibel, meminta perusahaan menghentikan jam kerja panjang dan tak manusiawi, serta memenuhi hak - hak buruh perempuan," ujar Zainal.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RRN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif