Kondisi penambangan di Sungai Gung Desa Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Medcom.id/Kuntoro Tayubi
Kondisi penambangan di Sungai Gung Desa Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Medcom.id/Kuntoro Tayubi (Kuntoro Tayubi)

Penambangan di Sungai Gung Resahkan Warga Tegal

penambangan pasir
Kuntoro Tayubi • 17 September 2018 16:27
Tegal: Penambangan pasir dan batu di sekitar Sungai Gung Desa Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, meresahkan warga. Galian tidak hanya di bantaran sungai, tapi sudah melebar di tengah Daerah Aliran Sungai (DAS).
 
"Warga banyak yang mengeluh. Khawatir sewaktu-waktu air sungai meluap dan menerjang rumah warga. Karena penambangan saat ini bisa berdampak banjir bandang," kata Asroni, 51, warga Desa Lebaksiu Kidul, saat di temui di lokasi penambangan, Senin, 17 September 2018.
 
Asroni mengatakan sebelum digali oleh para pengusaha Galian C, aliran Sungai Gung lurus ke utara. Namun kini, air mengalir ke barat kemudian ke utara. Ini terjadi karena aliran terbendung tanah galian di tengah sungai.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Menurut warga, penambang sudah membabi buta. Baik penambang yang memiliki izin maupun penambang manual.
 
Penambang yang mengantungi izin resmi, mereka menggunakan alat berat. Sedangkan penambang manual, hanya menggunakan alat seadanya.
 
Penambang manual mayoritas bukan warga desa setempat. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Kabupaten Tegal. Terkait dengan izin penambang manual, Asroni mengaku tidak tahu. Entah izin melalui pemerintah desa, maupun ke dinas terkait.
 
Setiap hari, jumlah dumptruck yang mengangkut pasir dan batu dari sungai tersebut mencapai puluhan. Seorang warga setiap keluar dari bibir sungai meminta retribusi. Mulai dari Rp10 ribu per dumptruck hingga Rp20 ribu.
 
"Saya tidak tahu uang retribusi itu disetorkan kemana. Yang jelas, ada tarikan setiap dumptruck yang keluar membawa pasir atau batu," ungkapnya.
 
Kekhawatiran juga dirasakan warga lainnya, Ramli, 73. Petani singkong yang memiliki lahan di bantaran Sungai Gung ini, mengaku penambangan semakin parah dan meluas. Mulai dari bibir sungai hingga di tengah sungai. Bahkan, ada sebuah kebun pohon jati yang sengaja ditebang untuk penambangan.
 
"Mestinya pemerintah jangan memberikan ijin. Karena ini sangat membahayakan. Bisa terjadi longsor dan banjir," tutur warga RT 2 RW 1 Desa Lebaksiu Kidul ini.
 
Khawatir kondisi lingkungan
 
Kepala Desa Lebaksiu Kidul, Edy Martoto juga mengaku khawatir jika penambangan itu tidak sesuai aturan. Aliran sungai menuju ke barat tentu bakal menerjang tanggul sungai yang saat ini sudah semakin merata. Dia tidak ingin hal itu terjadi.
 
Dia mewanti-wanti penambang supaya mengubah area izin penambangan. "Kalau itu area penambangan, tidak masalah. Yang penting ada aturannya," kata Edy, saat ditemui di rumahnya.
 
Edy menyebut penambang yang memiliki izin resmi hanya dua orang. Sedangkan yang tidak berizin atau manual lebih dari lima orang.
 
Penambangan di Sungai Gung Resahkan Warga Tegal
Kondisi penambangan di Sungai Gung Desa Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Medcom.id/Kuntoro Tayubi

 
Menurut Edy, penambang yang mengantongi ijin resmi, selalu memberikan retribusi kepada pemerintah desa setempat. "Nominalnya lebih dari Rp100 juta dalam setahun. Retribusi itu dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)," ungkapnya.
 
Saat disinggung soal penarikan retribusi yang dilakukan oleh salah satu warga, pihaknya mengaku tidak tahu ihwal tersebut.  
 
Saat Medcom.id mencoba menelusuri di lokasi penambangan, ada seseorang yang mengaku sebagai petugas penarik retribusi. Dia bernama Hasanudin dan menjadi warga di Desa Lebaksiu Kidul. Pria berusia 53 tahun ini mengaku sebagai penarik retribusi dumptruck di sungai tersebut sejak sebulan silam.
 
Setiap dumptruk berukuran kecil wajib membayar retribusi Rp10 ribu. Sedangkan dumptruk besar Rp15 ribu. Hasil dari pungutan itu disetorkan kepada seseorang di desa tersebut.
 
"Kemarin saya baru setor Rp3,5 juta. Itu setoran untuk 10 hari. Tapi itu belum dipotong gaji untuk saya. Gaji saya per harinya Rp100 ribu," bebernya.
 
Penambang berizin vs ilegal
 
Terpisah, Putra Fajar Sunjaya, salah satu Kuasa Hukum dari Penambang Sungai Gung, Mukmin dan Soetrisno Kertawijaya, menyatakan kedua kliennya itu memiliki izin resmi penambangan di sekitar sungai tersebut. Kedua kliennya bahkan rutin memberikan pajak retribusi kepada pemerintah desa setempat.
 
"Pada prinsipnya, dokumen kami lengkap. Kami ada datanya semua," cetusnya.
 
Dia justru kecewa dengan pemerintah karena membiarkan penambang ilegal di sekitar sungai tersebut. Menurutnya, penambang yang tidak berizin itu dapat merusak lingkungan Sungai Gung.
 
"Mereka kebanyakan penambang manual. Jumlahnya mencapai ratusan. Karena mereka kerjanya mengelompok," ungkapnya.
 
Dia mengungkapkan, lahan milik Mukmin seluas 60 hektare. Dari luas itu, 25 hektare sudah memiliki izin resmi. Sedangkan lahan milik Soetrisno antara 15 sampai 20 hektare. Perizinan sudah diperpanjang sejak 2017 silam.
 
"Kita juga punya izin melintas Sungai Gung. Jaraknya sekitar 100 meter," tandasnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(SUR)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif