Rudiantara menjelaskan, dengan menyebarkan hoaks tersebut secara tidak langsung telah merugikan si penyebar itu sendiri. Saat ini baik pengirim maupun penerima pesan harus menggunakan kuota internet untuk mengunggah atau mengunduh pesan.
"Ngapain buang-buang pulsa, sayangi pulsa kita," kata Rudiantara usai menghadiri acara seminar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu, 9 Maret 2019.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Rudiantara menyebut, ada 771 hoaks dalam tujuh bulan terakhir. Jumlah hoaks ini adalah yang sudah terverifikasi. "Sudah kita validasi bahwa itu benar hoaks," jelas Rudiantara.
Per bulannya, jumlah hoaks terus meningkat. Mulai Agustus 2018, ada 25 hoaks, pada September ada 27 hoaks, Oktober ada 53 hoaks, November ada 63 hoaks, Desember ada 75 hoaks. "Januari 2019 bertambah 175, terakhir Februari ada 353 hoaks," ungkap Rudiantara.
Jenis hoaks yang tersebar bermacam-macam. Mulai dari hoaks kesehatan, pendidikan, hingga politik. "Dari 700-an itu, 181 di antaranya politik," beber Rudiantara.
Rudiantara meminta masyarakat menghapus pesan yang berpotensi hoaks. "Ciri-cirinya, tidak jelas asal-usulnya, ajakan ayo viralkan, dan mengatasnamakan kelompok tertentu," pungkas Rudiantara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(DEN)
