"Banyak warga mengalami gangguan kesehatan. Keluhan dan diagnose kami kebanyakan mereka menderita hipertensi atau tekanan darah tinggi dan diare," kata petugas kesehatan, Heni Afianti, di Pos Kesehatan (Pskes), Sabtu, 3 Maret 2018, di Pos Kesehatan Desa Rajawetan.
Ia menjelaskan, pasien yang berobat kebanyakan pengungsi. Mereka mengeluhkan sakit kepala atau pusing dan badan sakit serta keluhan lainnya. Adapun tindakan medis yang dilakukan yakni dengan memberikan obat untuk mengendalikan hipertensi dan obat untuk mengatasi sakit kepala.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Penyebabnya karena kondisi psikologis pasien dalam menghadapi bencana yang merusak rumah tinggal mereka. Namun, tiga hari terakhir banyak pula pasien dari kalangan pengungsi yang menderita diare.
“Selain mengeluhkan sakit perut juga mencret sehingga biasanya diberi obat diare dan vitamin. kemungkinan karena terlalu sering atau banyak mengkonsumsi makanan instan," ungkap Heni.
Sebanyak 74 rumah di Desa Rajawetan rusak akibat bencana alam tanah bergerak yang melanda sejak sepekan terakhir. Dari jumlah rumah tersebut, 27 unit di antaranya telah dikosongkan karena rawan roboh. Seluruh penghuninya atau sebanyak 121 jiwa mengungsi di rumah kerabat yang masih satu desa.
Bencana tanah bergerak di desa itu mulai terjadi pada Rabu 21 Februari 2018 malam. Hingga sekarang, pergerakan tanah masih terjadi meskipun intensitasnya kecil.
Kades Rajawetan Ruswoyo mengatakan, 74 rumah yang rusak tersebut tersebar di empat pedukuhan yaitu Rajawetan, Gembor, Wanayasa dan Babakan. Bantuan terhadap para korban tanah bergerak mulai mengalir. Menurutnya mayoritas bantuan berupa logistik.
“Selain merusak rumah, pergerakan tanah menghancurkan jalan utama desa dan jalan dusun. Sementara itu kerusakan akses jalan masuk ke desa di Sarangpanjang hingga saat ini masih diperbaiki,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SCI)