"Kami sudah mengirimkan surat audiensi setengan bulan lalu. Alasan audiensi tidak diterima karena dianggap akan membuat kegaduhan. Alasan ini tidak bisa diterima," kata Koordinator Umum Aksi JAK, Fariz Fachriyan di depan Kantor Kejati DIY, Selasa (8/12/2015).
Fariz menilai hal itu menjadi kemunduran menjelang momentum Hari Antikorup Internasional yang jatuh 9 Desember besok. Menurutnya, Kejati DIY harusnya segera menindaklanjuti permohonan audiensi itu sebagai bentuk transparansi dari lembaga negara yang mendapat kucuran dana dari APBN.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi sudah dijamin dalam Pasal 41 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujarnya.
Aktivis Indonesia Court Monitoring, Tri Wahyu mengatakan Kejati DIY juga menunjukkan perkembangan kinerja buruk ke publik. Ia menilai, Kejati DIY melakukan tebang pilih dalam menindak kasus pemberantasan korupsi.
Hal itu terlihat dalam penanganan kasus non korupsi, seperti kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Ervani Emi Handayani di Bantul dan kasus dugaan pencurian kayu oleh Mbah Harso di Gunungkidul, yang justru Kejati DIY melakukan kasasi meskipun keduanya divonis bebas pengadilan.
"Kejati DIY hanya menyasar pelaku yang levelnya 'kroco', sementara kasus besar seperti korupsi dana hibah Persiba Bantul yang menyentuh pada elit politik pemerintah yang pernah menjabat tak tersentuh," katanya.
Ia berharap, Kejati DIY membatalkan SP3 dan membuka kembali kasus korupsi dana hibah Persiba yang pernah melibatkan mantan Bupati Bantul Idham Samawi yang kini sudah menjadi anggota DPR RI. "Kejati harus serius menangani kasus seperti ini," ungkapnya.
Dalam aksi itu, perwakilan JAK sempat melakukan perundingan untuk melakukan audiensi. Namun, audiensi tetap gagal terlaksana lantaran Kepala Kejati DIY, Tony Spontana tak ada di kantornya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)