"Pemeluk agama Islam, Hindu, Buddha, Kristen dan Katolik hidup rukun. Hidupnya selaras, harmonis, dan tanpa konflik. Padahal, di sisi lain banyak negara di dunia yang terus berkonflik karena masalah agama," ujar Tenzin, dalam kata sambutan di pembukaan Konferensi Wanita Buddhis Internasional Sakyadhita, di Kantor Kepatihan Yogyakarta, Selasa (23/6/2015).
Ia menilai keharmonisan itu terjadi karena warga Indonesia berani menyuarakan kerukunan dan welas asih hidup antarumat beragama. "Orang luar negeri yang datang ke Indonesia akan terkejut dengan tingginya toleransi antarumat beragama di sini," jelasnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Atas alasan ini, ia mengatakan Konferensi ke-14 Wanita Buddhis Internasional Sakyadhita dilaksanakan di Indonesia.
Founder Sakyadhita Bikhuni Karma Lekshe Tsomo mengatakan Indonesia merupakan rumah dari berbagai monumen budaya Buddhis yang tertua di Asia sejak abad V. "Unsur budaya Buddhis berbaur dengan budaya masyarakat lokal dan membentuk keindahan warna-warni budaya Indonesia," jelasnya.
Yogyakarta dipilih sebagai tempat penyelenggaraan karena dianggap sebagai cerminan daerah yang bertoleransi tinggi. "Selain itu, di Yogyakarta banyak monumen Buddhis yang bisa dipakai untuk napak tilas berdirinya agama Buddha. Yogyakarta juga kota pelajar. Kami akan undang mahasiswa untuk mengajarkan soal welas asih dan cinta kasih," tutupnya.
Konferensi Wanita Buddhis Internasional berlangsung selama delapan hari mulai 23 Juni hingga 30 Juni 2015 di Yogyakarta. Acara ini diikuti lebih dari 1.000 peserta dari 40 negara di dunia. Peserta terbuka untuk umum, baik pria maupun wanita, dari semua latar belakang agama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)