Gang menuju
Gang menuju "kenikmatan" di Sarkem. Foto: Metrotvnews.com/Patricia Vicka (Patricia Vicka)

Kembang di Sarkem

prostitusi
Patricia Vicka • 05 Maret 2016 10:01
medcom.id, Yogyakarta: Senja mulai berpendar di ujung gang sempit sebuah perumahan padat di sudut Kota Yogyakarta. Perempuan menor berparas ayu keluar satu per satu dan mulai duduk manis di depan rumah petakan mereka.
 
Beberapa mangkal di depan gang sambil sibuk memainkan telepon seluler. Sesekali mata mereka mendelik kepada siapa saja yang lewat, terutama lelaki. Jauh memasuki gang, terdengar dentuman musik dangdut bercampur disko yang datang dari setiap rumah petakan. Lampu berkerlip ritmis bak kunang-kunang mengikuti alunan lagu. Suasana semakin hangat saat beberapa orang ikut bernyanyi dan tertawa riang yang terdengar di dalam ruangan.
 
Begitu suasana menjelang malang di Gang Sosrowijayan, Pasar Kembang, Kota Yogyakarta. Nama Pasar Kembang (Sarkem) tentu sudah tidak asing di telinga para pencari kenikmatan malam. Bagi para pelancong wisata malam, pelayanan para penjaja seks komersial (PSK) di sini sudah terkenal hingga ke mancanegara dan sering disamakan dengan lokalisasi Dolly di Surabaya, Jawa Timur. Apalagi kawasan ini sejak dulu terkenal sebagai penginapan super murah untuk para backpacker melepas penat.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Sarkem sebenarnya merupakan nama jalan yang membentang sekitar 500 meter berbatasan dengan Malioboro hingga barat simpang tiga Jalan Gandekan. Di sepanjang jalan Sarkem berdiri losmen-losmen penginapan murah serta beberapa hotel kelas melati. Di malam hari, wisatawan hanya akan menjumpai beberapa wanita berpakaian minim dengan dandanan tak mencolok sedang duduk-duduk di angkringan atau warung kopi jos di sepanjang jalan Sarkem.
 
Kembang di Sarkem
(Beberapa losmen yang bisa ditinggali di Sarkem. Foto: catatanbaskoro.wordpress.com)
 
Sementara pusat kegiatan esek-esek yang legendaris itu terletak di dalam gang Sosrowijayan Selatan (Sosrowijayan Kulon). Orang-orang biasa menyebutkan Sosrowijayan III sebab terletak di Sosrowijayan RW 03.
 
Untuk masuk ke sana, wisatawan bisa melewati Jalan Malioboro kemudian masuk ke Jalan Sosrowijayan dan belok kanan di gang ke III. Begitu masuk ke dalam gang, orang akan langsung berhadapan dengan sebuah gereja Kristen yang berdiri megah. Lebih dalam, pengunjung akan menemukan deretan rumah-rumah kecil padat dengan sebuah jalan kecil selebar ukuran becak. Saking sempitnya motor dilarang masuk ke dalam.
 
Lokasi prostitusi bersatu dengan rumah warga. Para PSK yang menjajakan diri juga membaur dengan warga sekitar. Pakaian mereka masih tergolong sopan untuk ukuran PSK. Beberapa ada yang memakai kaus ketat dengan celana panjang. Beberapa ada yang memakai kaos biasa dipadu celana pendek. Bagi orang awam yang baru pertama kali datang agak sulit membedakan mana PSK dan warga biasa.
 
Warga asli Sosrowijayan dan para PSK tak pernah saling mengganggu. Ketua RW 03 Sosrowijayan Kulon Sarjono mengatakan sejak dulu warga tak pernah menggubris kegiatan PSK selama tak mengganggu lingkungan. Masing-masing memiliki aturan dan tata tertib yang dihormati satu sama lain.
 
"Ada semacam aturan tak tertulis yang harus ditaati para PSK yang hendak bekerja di Sarkem. Peraturan tersebut salah satunya adalah melarang para PSK untuk menjajakan diri di luar gang Sosrowijayan 3," kata Sarjono ditemui Metrotvnews.com, di Gang Sosrowijayan 03 Yogyakarta, Jumat (4/3/2016).
 
Setiap pemilik rumah induk atau yang biasa disebut Mami diwajibkan mendata para PSK-nya. Sebulan sekali para PSK rutin diperiksa kesehatannya oleh Dinas Kesehatan di Balai Desa. Mereka akan dites urin, darah. serta diberikan suntikan dan obat agar terhindar dari penyakit berbahaya dan narkoba. 
 
“Semua mbak-mbak (PSK) wajib ikut pemeriksaan kesehatan. Ibu kos (indekos) yang akan mengingatkan mereka dan mendata siapa saja yang sudah periksa. Mereka juga kami beri kondom dan wajib dipakai saat bekerja,” jelas pria berkulit sawo matang ini.
 
Pemeriksaan narkoba juga rutin dilakukan perangkat desa di bilik-bilik karaoke, tempat pijat, dan rumah tempat eksekusi. Sebulan sekali, para PSK rajin diberi siraman rohani. Para pengurus RT dan RW akan mengadakan pengajian bersama di Balai Desa setiap Jumat minggu pertama.
 
Para PSK muslim wajib ikut dan mengenakan busana sopan. Saat pengajian berlangsung ustad akan memberikan ceramah rohani yang dilanjutkan dengan salat berjamaah. Setelah itu ustad memimpin sesi curhat dan dialog agama. Warga dan para PSK tak dibedakan satu sama lain.
 
Kembang di Sarkem
(Pengajian di kawasan Sarkem. Foto: Metrotvnews.com/Patricia Vicka)
 
Saat Ramadan, aktivitas esek-esek ditutup sementara untuk menghormati warga Sosrowijayan yang sedang berpuasa. “Mbak-mbak biasanya pulang ke kampung saat Ramadan. Atau membuka bisnis makanan untuk buka berbuka puasa di sini. Ya, ada beberapa yang masih nakal dan tetap kerja,” kata Sarjono.
 
Di akhir Ramadan warga asli Sosrowijayan biasa memberikan parcel Lebaran kepada PSK berupa kerudung, makanan kecil, tasbih, serta perlengkapan lain. Aktivitas esek-esek pun hanya boleh dilakukan di jam-jam tertentu yakni selepas senja atau pukul 19.00 WIB hingga menjelang matahari terbit.
 
“Anak-anak kami batasi berkeliaran. Anak di bawah umur tidak boleh keluar sesudah pukul 18.00 WIB tanpa didampingi orang dewasa. Warung-warung warga juga hanya buka hingga pukul 18.00 WIB. Lebih dari itu yang buka warung ibu kosan,” kata pria yang sudah lebih dari 30 tahun menjabat sebagai ketua RT ini.
 
Harmoni ini membuat PSK merasa nyaman dan aman. FN, salah seorang PSK mengaku betah bekerja di Sarkem. Walau baru dua tahun melakoni profesi PSK, ia memutuskan untuk tinggal lama di Sarkem. 
 
“Di sini aman. Warga sekitar baik dan perhatian. Tak ada kejahatan atau kriminalitas di sini,” tutur perempuan berkulit putih ini. FN mengenakan kaus ketat hitam dengan make up wajah mencolok.
 
Sarjono tak menampik kegiatan prostitusi di wilayahnya dan tindakan yang dilakukan PSK adalah tindakan melanggar agama. Namun, menurut dia, PSK juga manusia yang harus diperlakukan dengan santun dan baik.
 
"Kami memanusiakan manusia. Sampah saja dibuang pada tempatnya. Apalagi mereka manusia. Tentu tetap harus diperlakukan seperti manusia,” kata Sarjono.
 
Sarkem boleh jadi tak setenar Dolly. Namun Sarkem menjadi tempat di mana keharmonisan, toleransi, serta nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi di tengah kemaksiatan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(UWA)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif