Bagi guru mata pelajaran matematika ini, tidak ada istilah siswa bodoh. Etyk menganggap, yang ada hanya siswa dengan kemampuan rendah. Meskipun, mata pelajaran Matematika sering tidak disukai sejumlah siswa. Menjadi tugas guru untuk mengajar dengan kreatif harus.
"Makanya, jika jadi guru harus menyenangkan dulu. Kalau mengajar dari hati, yang menerima dari hati juga," kata Etyk saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (25/11/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Etyk mengatakan, di kelas ia menggunakan media pembelajaran yang mudah diterima siswa. Menurut dia, pembelajaran dengan metode yang tepat dan menyenangkan akan membuat anak didik tertarik.
Karena disukai siswa, saban hari Minggu, Etyk menerima permintaan pengajaran tambahan mata pelajaran Matematika untuk belasan siswanya. "Kalau ada yang minta, saya welcome," ujarnya.
Tak hanya itu, karena sering menerima pengajaran tambahan, Etyk kemudian membuka les gratis. Kegiatan itu, kata dia, sebagai baktinya pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, di Desa Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Kelas cuma-cuma itu meliputi berbagai pelajaran. "Bagi anak-anak SD, bisa bahasa Inggris, apapun," ungkapnya.
Kepala Sekolah Termuda
Etyk tercatat belum lama menjabat sebagai Kepala Sekolah MTs Negeri Piyungan. Dalam catatan Kementerian Agama, Etyk dinilai menjadi kepala sekolah termuda di usia 35 tahun. Hal itu di luar penilaian sekolah-sekolah swasta yang sudah menunjuk kepala sekolah di usia lebih muda di bawah Etyk.
Sebelum pengangkatan, Etyk mengatakan, mengikuti tes kompetensi di Kementerian Agama Jakarta, pada 22 Agustus silam. Saat mengikuti tes, Etyk berhadapan dengan sejumlah guru yang usianya lebih tua. Saat itu, Etyk masih menjadi guru di MTs N Sleman Kota sejak 2005.
"Banyak yang mendaftar, karena tak bisa menunjukkan SK mengajar pertama banyak juga yang tidak lolos. Akhirnya, saya resmi menjadi kepala (MTs N Piyungan) pada 9 September," ungkapnya.
Guru Berprestasi Nasional
Selain disukai anak dididiknya, Etyk juga berhasil menjadi guru berprestasi tingkat nasional yang diadakan Kementerian Agama. Sebelum mendapat penghargaan itu, Etyk sudah memulai usaha lebih dulu dengan melakukan penelitian berjudul "Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Bangun Ruang Sisi Datar dengan Menggunakan Model Pembelajaran 'Problem Based Instruction' pada Siswa Kelas VIII D MTs N Sleman Kota Tahun Pelajaran 2013/2014".
Hasil penelitian itu kemudian diajukan dalam penilaian sebagai guru berprestasi versi Kementerian Agama. Tak ia sangka, Etyk, bersama empat guru lain dari Yogyakarta, kemudian diundang ke Jakarta pada 15-17 Oktober 2015 lalu untuk mempresentasikan itu.
"Pengumuman 17 Oktober. Dari yang sebelumnya saya nomor empat nasional, bisa menjadi nomor satu," kata dia.
Meski sibuk menjadi guru, Etyk masih bisa meluangkan waktunya untuk menulis buku. Setidaknya, sudah ada dua buku tentang pembelajaran Matematika yang sudah ia hasilkan dan memperoleh sambutan positif oleh sejumlah pembaca.
Alumnus Pendidikan Matematika UIN Sunan Kalijaga berpesan, di Hari Guru Nasional ini, guru harus bisa meningkat kualitas pembelajaran. Menurut Etyk, tantangan guru yang harus dipecahkan adalah bisa meningkatkan kemampuan siswanya.
"Meningkatkan prestasi anak, baik akademik maupun nonakademik. Sekarang banyak punya IQ tinggi, tapi banyak koruptor juga," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)