Mereka adalah siswa Sekolah Luar Biasa (SLB-A) Negeri Semarang yang tengah melakukan orientasi mobilitas perlintasan khusus tunanetra di kawasan itu. Satu per satu mereka diajarkan cara berjalan terbuka mengikuti jalur. Namun, sebagian besar mereka belum bisa merasakan dan berjalan sesuai dengan jalurnya.
“Ini baru pertama kali dilakukan. Tidak mudah dan mereka harus dilatih secara rutin,” kata pembimbing tuna netra SLB-A Negeri Semarang, Pramono.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Perlakuan dan jalur khusus di ruang terbuka di Kota Semarang, tambah Pramono, dirasa masih sangat kurang. Dirinya mencontohkan trotoar Simpang Lima. Jalur untuk tunanetra tidak sesuai yang diharapkan.
Jalur tersebut berdekatan dengan pot bunga dan kursi taman. Pramono berharap, penataan pot dan kursi bisa lebih rapi untuk memudahkan penyandang tunanetra.
“Itu pot dan kursi sangat berdekatan, sehingga lintasannya kurang nyaman,” imbuh Pramono yang juga menyandang daya penglihatan rendah.
Selain di Simpang Lima, sejumlah fasilitas umum lainnya juga belum mendukung untuk tunanetra. Termasuk di mal, pusat perbelanjaan modern. Diharapkan pemerintah bisa menyediakan fasilitas untuk tuna netra terutama di fasilitas umum, karena mereka juga berhak menikmati fasilitas tersebut.
Selain belajar orientasi mobilitas diperlintasan khusus tunanetra, para siswa juga dilatih untuk menyeberang jalan raya lewat zebra cross.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)