Menempati bangunan joglo Jawa klasik, mereka melakukan peringatan hari besar Islam itu dengan diskusi bertema "Membedah Shalatnya Waria".
Pengasuh Pesantren Nurul Ummahat, Abdul Muhaimin, mengatakan keberadaan waria di kalangan masyarakat masih menjadi perdebatan, termasuk dalam melaksanakan ibadah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurutnya, beribadah merupakan titik awal spiritual untuk berjumpa langsung dengan Tuhan. "Tidak diukur dari bentuk fisik, tapi fokus padi spiritualitas. Shalat sah dan tidaknya tergantung kualitas spiritualnya," kata dia.
Direktur Pusat Studi Wanita UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Alimatul Qibtiyah, berujar tidak ada ajaran yang memerintahkan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, termasuk dalam berdoa. "Doa itu netral jender," katanya.
Ketua santri waria, Shinta Ratri, mengaku masih kerap memperoleh diskriminasi di kalangan masyarakat. "Waria juga mempunyai hak untuk bermasyarakat dan beribadah," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)