Kaum tunarungu menyerahkan gambar stiker tanda difabel kepada Dishub dan Polda DIY. (Metrotvnews.com/Patricia Vicka)
Kaum tunarungu menyerahkan gambar stiker tanda difabel kepada Dishub dan Polda DIY. (Metrotvnews.com/Patricia Vicka) (Patricia Vicka)

Tunarungu Bertutur Susahnya Mendapat SIM

tuna rungu
Patricia Vicka • 10 April 2017 16:17
medcom.id,Yogyakarta: Para kaum difabel tunarungu Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluh sulit mendapat surat izin mengemudi (SIM). Mereka meminta syarat pembuatan SIM D dipermudah.
 
Salah seorang tunarungu asal Kabupaten Bantul, Fikri, mengaku dirinya kerap kesulitan dan mendapat diskriminasi saat hendak membuat SIM. Padahal, ia bisa mengendarai kendaraan seperti kaum normal lainnya.
 
"Walau tak bisa mendengar dan bicara, kami bisa mengendarai motor, kami punya feeling yang kuat untuk tahu kondisi di sekitar," ujar mahasiswa Brawijaya dengan bahasa isyarat melalui penerjemah dalam dialog kaum difabel di Balaikota Yogyakarta, Senin, 10 April 2017.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Ia menceritakan pernah ditolak oleh kepolisian saat hendak mengurus SIM D hanya karena tidak bisa mendengar. Padahal, ia sudah lulus tes teori.
 
Arni Surwanti, Ketua Bidang Kajian Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY, mengatakan, kesulitan memperoleh SIM membuat ruang gerak kaum tunarungu terbatas.
 
Padahal, di kehidupan sehari-hari mereka butuh bergerak dan mobilitas dengan kendaraan untuk mencari nafkah. Aturan yang dibuat soal pemberian SIM dinilainya membatasi hak asasi kaum difabel untuk beraktivitas.
 
"Kami minta pemerintah mencari solusi yang bermanfaat untuk para tunarungu. Dan memudahkan pembuatan SIM. Selama ini mereka berkendara kucing-kucingan dengan polisi karena tidak punya SIM," katanya.
 
Selain itu mereka mengusulkan penempelan stiker khusus kaum difabel pada kendaraan atau helm kaum tuna rungu. Stiker ini bertujuan sebagai tanda kepada masyarakat umum untuk berhati-hati dan menjaga jarak pada kendaraan kaum tunarungu. Selain itu, bunyi klakson bisa diganti dengan teknologi gelang yang bisa mengubah bunyi klakson menjadi getaran.
 
Kasubid Kependidikan dan Rekayasa Lalin Ditlantas Polda DIY, Tb M Faisal mengakui kepolisian tidak bisa memberikan Sim D kepada kaum tunarungu yang tidak bisa mendengar total dengan alasan keamanan.
 
Namun, tunarungu yang masih bisa sedikit mendengar, masih bisa memperoleh SIM. Dia berjanji akan menyampaikan keluhan dan pendapat kaum tunarungu ke atasan untuk dijadikan dasar pembuatan kebijakan. 
 
"Saya harap kaum difabel bisa menyampaikan juga bentuk teknologi yang tepat untuk mengatasi kendala ini," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(SAN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif